Jakarta, Aktual.com -Sekretaris Jenderal Jaringan Aktivis ProDEM, Satyo P, mengatakan bahwa semangat perlawanan dan keberpihakan kepada rakyat tidak boleh luntur. Perjuangan dan perlawanan untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat Indonesia harus terus dijaga.
ProDEM berkomitmen membangun gerakan bersama rakyat dan akan selalu berada di tengah-tengah persoalan rakyat. Salah-satu persoalan yang menjadi kepedulian Jaringan Aktivis ProDEM adalah
dugaan persekongkolan jahat antara penguasa dengan pengusaha dalam melakukan Reklamasi di Teluk Benoa, Bali.
“Reklamasi Teluk Benoa yang berkedok revitalisasi tentunya tidak sepaham dan mengusik rasa keadilan dan sudah pasti bukan untuk kesejahteraan rakyat Bali,” tegas Satyo kepada Aktual.com, Jumat (26/8).
Dalam penilaiannya, apabila reklamasi Teluk Benoa Bali tetap dilaksanakan maka dampak negatif dan kerugian rakyat Bali terlihat sangat jelas. Yakni hilangnya fungsi konservasi, banjir rob, rentan bencana dan merusak terumbu karang serta area tangkap ikan tradisional.
Reklamasi juga mengancam ekosistem mangrove, abrasi dan segudang permasalahan negatif lainnya.
Ditegaskan Satyo, Perpres No 51 tahun 2014 yang dikeluarkan pemerintahan SBY harus dicabut oleh Presiden Joko Widodo. Karena Perpres tersebut telah melukai hati masyarakat Bali dan rakyat Indonesia umumnya. Pemerintah Indonesia tidak akan menjadikan Bali seperti yang kita cintai agar lebih baik.
Perpres dimaksud mengatur Perubahan Atas Perpres No 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan SARBAGITA. Dimana intinya adalah mengubah status konservasi Teluk Benoa menjadi zona penyangga atau kawasan pemanfaatan umum.
Penerbitan Perpres No 51 Thn 2014 menghapuskan pasal-pasal yang menyatakan Teluk Benoa adalah kawasan konservasi sebagaimana yang disebutkan di dalam pasal 55 ayat 5 Perpres 45 serta mengurangi luasan kawasan konservasi perairan dengan menambahkan frasa ‘sebagian’ pada kawasan konservasi Pulau Serangan dan Pulau Pudut.
“Hal tersebut menyebabkan kawasan konservasi di wilayah SARBAGITA menjadi berkurang luasannya. Perpres No 51 Tahun 2014 lahir hanya untuk mengakomodir rencana reklamasi Teluk Benoa seluas 700 hektar,” kata Satyo.
Jaringan Aktivis ProDEM menolak dengan tegas reklamasi Teluk Benoa yang berkedok revitalisasi. Melihat perjuangan massif masyarakat Bali untuk menyelamatkan Bali dengan perlawanan Puputan adalah suara dari rakyat yang harus didengar oleh Pemerintah.
“Menolak Reklamasi Teluk Benoa menjadi harga mati untuk Jaringan Aktivis ProDEM yang peduli dan ikut menyatakan solidaritas tanpa batas untuk perjuangan Rakyat Bali,” demikian Satyo. (Soemitro)
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid