Yogyakarta, Aktual.com – Sekretariat Nasional Konsorsium Pembaharuan Agraria Indonesia (Seknas KPAI) mewaspadai kucuran dana repatriasi pajak yang diprediksi bakal dominan masuk ke sektor properti.

“Saya khawatir sektor ini bakal gila-gilaan dan liar di kemudian hari,” ujar Yahya Zakaria, Kepala Departemen Advokasi dan Kebijakan Seknas KPAI, kepada Aktual di Yogyakarta, Jumat (26/8).

Menurutnya, jika dana ini tidak tepat sasaran atau melenceng, jelas akan melebarkan potensi konflik agraria dengan kian masifnya perampasan tanah untuk lahan properti. Sebab, tidak ada proyek properti, misal apartemen yang hanya menggunakan sedikit lahan, seperti parkir, taman, kolam renang hingga lapangan golf.

Meski hampir perkembangan sebuah kota dimanapun selalu diiringi pertumbuhan properti, dirinya tetap menghimbau bahwa segmen masyarakat mana yang bakal memanfaatkan harus jelas. Bila dana itu direalisasikan jadi rumah-rumah yang bisa diakses masyarakat miskin atau rusun-rusun rakyat, baginya tidak masalah.

“Artinya memprioritaskan properti untuk beberapa kelas masyarakat yang memang pantas diberi prioritas. Bukan buat kelas sosial tertentu saja. Kita dorong ruang agraria baik perkotaan maupun daerah agar benar-benar partisipatif, tepat guna dan tepat sasaran,” pungkasnya.

Sementara, peneliti Forum Jogja Darurat Agraria, Kus Sri Antoro, melihat adanya kewajaran bila kemudian sektor properti menjadi domain utama pengalihan sebagian besar uang ‘panas’ tersebut.

“Properti memberi keuntungan finansial lebih cepat dan berlipat-lipat terutama di sektor riil nya melalui mekanisme bubble economic atau penggelembungan aset,” kata Kus.

Lebih lanjut, ujarnya, wilayah yang bakal jadi target realisasi dana itu kemungkinan terkonsentrasi pada kawasan yang mengandalkan sektor jasa tinggi, salah satunya yang mengusung konsep MICE (Meeting, Invention, Convention and Exhibition) antara lain Jakarta, Yogyakarta dan Bali.

Salah satu grand design dari MICE adalah keterbutuhan yang kuat akan sektor properti, seperti industri perhotelan, apartemen dan sejenisnya. Di banyak kasus, kata Kus, skema ini kerap berbenturan dengan ruang hidup masyarakat soal pengadaan lahan dan RTRW.

“Jika sudah berbicara tata ruang berarti berbicara risiko ekologis. Itu menjadi satu paket yang tidak bisa dipisahkan,” ujar Kus.

Sebelumnya, Indonesia Property Watch melalui Direktur Eksekutifnya, Ali Tranghanda, memprediksi lebih dari setengah dana repatriasi pajak atau sebesar 60% akan dikucurkan pemerintah ke sektor properti di sejumlah daerah di Indonesia.

(Nelson Nafis)

Artikel ini ditulis oleh: