Jakarta, Aktual.com – Wacana menjadikan PT Pertamina (Persero) sebagai induk perusahaan holding sektor energi yang dikritik habis publik tentu sangat perlu dikaji ulang oleh pemerintah.
Pasalnya, posisi Pertamina saat ini, tidak terlalu sehat-sehat amat. Bahkan masuk kategori sakit. Kendati hingga semester I-2016 mencatatkan laba sebesar US$1,83 miliar, namun utang perseroan hingga akhir 2015 menembus US$17,4 miliar.
“Jadi jangan terlalu bangga. Dan jangan hanya gambar-gembor dengan capaian itu agar publik kagum. Padahal di balik itu ada utang yang menumpuk. Sehingga Pertamina tak layak jadi induk holding BUMN energi,” terang Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi saat dihubungi, Sabtu (27/8).
Bahkan, kata Uchok, jika dibandingkan dengan capaian akhir tahun di 2014 dan 2015, tetap saja kinerja di semester I 2016 masih kurang baik. Di sepanjang 2014, Pertamina dapat laba bersih US$6,6 miliar, dan setahun kemudian capai US$5,9 miliar.
“Tapi kinerja sampai akhir saya skeptis bisa mencapai angka yang besar seperti sebelumnya. Sebab Pertamina masih dibebani utang. Hingga akhir 2015 mencapai US$17,4 miliar,” terang Uchok.
Dia menambahkan, dengan utang yang besar itu, laba segitu tidak bisa menutup utang tersebut. “Jadi Pertamina jangan bangga dulu dengan raihan laba itu karena tetap tidak bisa menutupi utang-utangnya,” tegas dia.
Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto mengakui, meskipun laba bersih naik, namun pendapatan perseroan turun sebanyak 21 persen dibandingkan tahun lalu di periode yang sama.
“Dari US$21,7 miliar (Rp287,5 triliun) menjadi US$17,9 miliar (Rp226,6 triliun). Penurunan itu disebabkan oleh harga minyak yang jatuh sampai US$40 dollar per barel,” ujar Dwi.
Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman menambahkan, utang jangka pendek perusahaan mengalami penurunan dari US$1,8 miliar atau Rp23,8 triliun pada Desember 2015 menjadi US$320 juta atau Rp4,2 triliun pada Juni 2016.
Menurut Arief, dengan kondisi itu, pihaknya mengklaim cukup kuat melakukan aksi korpirasi ke depannya. “Secara saldo, kas kami kuat hingga US$5 miliar. Jadi kami cukup kuat apapun aksi korporasi yang kami lakukan ke depannya,” klaim dia.
Wacana holding BUMN energi yang diusung Menteri BUMN Rini Soemarno dengan menjadikan Pertamina sebagai holding-nya memang layak ditolak. Justru ide hanya sebuah aksi pencaplokan Pertamina terhadap PT PGN (Persero) Tbk. Bahkan terhadap hal ini, Komisi VI DPR belum menyepakatinya.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan