Jakarta, Aktual.com – Kondisi keuangan PT Pertamina (Persero) dirasa belum pas untuk dijadikan sebagai induk perusahaan holding BUMN Energi. Pasalnya selain utang yang menumpuk, aset Pertamina juga terus mengalami penurunan.
Menurut Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, hingga akhir 2015, utang Pertamina mencapai US$17,4 miliar. Apalagi ditambah aset yang dimiliki Pertamina juga terus melorot.
“Dari kinerja seperti itu apa yang membanggakan dari Pertamina? Sekalipun di paruh pertama tahun ini untung US$1,83 miliar,” ujar Uchok saat dihubungi, Sabtu (27/8).
Uchok menegaskan, penurunan aset Pertamina ini cukup drastis. Dalam laporan keuangan Pertamina pada 2014 lalu, BUMN migas itu masih punya aset US$50,6 miliar. Tapi setahun kemudian asetnya menyusut US$5,1 miliar menjadi US$45,5 miliar.
“Dari gambaran di atas sudah jelas, tidak usah Pertamina dijadikan perusahaan holding BUMN energi. Kalau kayak gitu, cuma bikin rugi perusahaan yang holding. Karena Pertamina utangnya akan terus jadi beban, dan asetnya malah menurun,” beber Uchok.
Bahkan dia mencurigai, jangan-jangan governance atau tata kelola di Pertamina tidak berjalan dengan baik. Soalnua, selama ini Pertamina yang ‘memonopoli’ sektor minyak di Indonesia, tapi utangnya malah masih menumpuk.
“Berarti ini menandakan bahwa ada dugaan kebocoran dalam perusahaan Pertamina. BPK harus melakukan audit secara komprehenaif,” ungkap Uchok.
Wacana holding BUMN energi dengan model Pertamina mencaplok PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk memang ngotot diperjuangkan Menteri BUMN Rini Soemarno.
Namun langkah ini sepertinya akan mentah di DPR, kalangan Komisi VI DPR sendiri belum sepakat dengan model holding energi seperti ini. Apalagi Pertamina sendiri posisinya tak terlalu sehat.
“Belum tentu konsep holding energi itu melalui Pertamina yang mengakuisisi PGN. Justru kami masih melakukan pengkajian,” tutur Wakil Ketua Komisi VI DPR, Dodi Reza Alex Noerdin di Gedung DPR/MPR.
Bahkan, Komisi VI DPR juga berencana untuk memanggil kedua BUMN tersebut. Karena pihak DPR perlu tahu langsung bagaimana sikap Pertamina dan PGN dalam melihat holding energi tersebut.
“Apa keuntungan bagi mereka jika dilakukan holding energi. Itu kan selama ini diinginkan oleh Menteri BUMN, lantas apakah sikap menteri itu menguntungkan keduanya? Makanya kita perlu kaji,” papar Dodi.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan