Jakarta, Aktual.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan terus mengadakan pengawasan yang lebih ketat terhadap perusahaan-prusahaan pemula (start up) yang menerbitkan Financial Technology (fintech).
Pasalnya, jika pengawasan tidak dilakukan dikhawatirkan terjadinya massive failure (kegagalan yang masif). Jika didiamkan, pada akhirnya konsumen juga yang dirugikan.
“Pengawasan ini dilakukan untuk menghindari terjadinya massive failure yang tidak diinginkan. Sehingga malah dapat merugikan konsumen maupun stabilitas sektor jasa keuangan,” ujar Muliaman dalam membuka acara FinTech, di Tangerang, Banten (29/8).
Untuk itu, pihaknya pun telah membentuk Satgas Pengembangan Inovasi Digital Ekonomi dan Keuangan dan tidak lama lagi akan menerbitkan peraturan terkait pelaku industri fintech untuk menciptakanlingkungan yang lebih kondusif bagi perkembangan fintech di Indonesia.
Dalam pengawasan tersebut, OJK juga akan menerapkan pendekatan “regulatory sandbox“. Sehingga, dengan pendekatan ini diharapkan pelaku Fintech memiliki ruang eksperimen yang cukup sebelum ditawarkan secara luas.
“Yaitu, mereka (perusahaan fintech) hanya menawarkan kepada nasabah tertentu dengan tenor yang juga terbatas,” tutur Muliaman.
Muliaman menegaskan, secara global, FinTech saat ini telah berkembang sangat pesat dan memiliki pangsa pasar yang besar. Berdasarkan laporan yang dipublikasikan oleh lembaga riset Accenture1, investasi global dalam usaha teknologi keuangan (FinTech) pada kuartal pertama 2016 telah mencapai US$5,3 miliar, naik 67 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, lanjutnya, persentase investasi untuk perusahaan FinTech di Eropa dan Asia-Pasifik naik hampir dua kali lipat menjadi 62 persen. Khusus untuk kawasan Asia-Pasifik, investasi FinTech dalam tiga bulan pertama 2016, meningkat lebih dari 5 kali dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu dari US$ 445 juta menjadi US$ 2,7 miliar, hampir semuanya merupakan kontribusi investasi FinTech di China.
“Di Indonesia sendiri, pemerintah sendiri terus mengikuti perkembangan start-up digital, baik yang terjadi di lingkup global maupun domestik,” tegasnya.
Pemerintah sendiri sudah menerbitkan roadmap economy digital yang mencakup tujuh aspek utama, yaitu: (1) logistik, (2) pendanaan, (3) perlindungan konsumen, (4) infrastruktur komunikasi, (5) pajak, (6) pendidikan dan sumber daya manusia, dan (7) keamanan cyber.
“Apalagi saat ini, industri jasa keuangan juga turut mendukung roadmap tersebut melalui kolaborasi dengan perusahaan ataupun Startup Fintech yang menyediakan ragam inovasi layanan jasa keuangan,” jelas dia.
Inovasi layanan jasa keuangan itu antara lain, terdiri dari jasa online peer–to–peer (P2P) lending, platform pembayaran elektronik, crowdfunding, dan online personal finance.
“Sejauh ini, sebagian besar inovasi keuangan tersebut menyasar penyediaan layanan jasa keuangan bagi masyarakat yang mengalami kesulitan dalam mengakses layanan jasa keuangan formal, seperti perbankan,” pungkas Muliaman.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan