Bekasi, Aktual.com — Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat tidak mau disalahkan soal bencana abrasi seluas 59,7 hektar yang terjadi di Kecamatan Muaragembong.

“Ini disebabkan oleh masyarakat menolak tanahnya untuk pembuatan turap sebagai pemecah ombak,” kata Kepala DPPK Kabupaten Bekasi Wahyudi Asmar di Kabupaten Bekasi, Senin (29/8).

Permasalahan ini bermula pada 2015 dengan usulan pemerintah pusat ingin mengalokasikan anggaran, untuk pembuatan turap sebagai pemecah ombak. Tetapi rencana itu batal terealisasi dikarenakan ada kendala saat proses ganti rugi lahan warga.

Warga meminta ganti rugi dua kali lipat dari harga tanah di Kecamatan Muaragembong. Kejadian ganti rugi itu kilah dia, terulang lagi disaat abrasi mulai menunjukkan di tujuh titik diantaranya Muarapecah, Muarabesar, Muaramati, Muaragobah, Muarabendera, Muarabeting, dan Muarabungin.

Dari ketujuh daerah terparah, yang menunjukkan harus di bangun pemecah ombak hanya tiga tempat diantaranya Desa Pantaimekar, Pantaibakti, dan Pantaibahagia. Dengan ketinggian air di tiga desa itu bisa mencapai dua meter.

Tetapi warga tetap tidak mau tahu dengan polemik pencegahan yang ada. Warga tetap meminta ganti rugi kepada pemerintah daerah setempat atas kejadian abrasi di sekitarnya. Terlebih warga merasa dirugikan.

“Pernah dilakukan sosialisasi pencegahan abrasi dengan penanaman bakung sebagai pencegahan awal terjadinya abrasi, tetapi sia-sia saja.”

Wahyudi menjelaskan, kejadian ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata melainkan peran masyarakat sekitar juga. Artinya mulai dari tingkat kesadaran masyarakat yang harus dibentuk untuk melakukan penanaman pohon di bibir pantai, dan tidak melakukan pengrusakan hutan-hutan mangrove.

“Sehingga ketika hal itu sudah selaras dipastikan abrasi di Muaragembong tidak akan terus melebar,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu