Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengingatkan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun Pajak 2015 pada 31 Maret 2016.

Jakarta, Aktual.com – Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mulai khawatir dengan adanya gerakan di masyarakat untuk memboikot tidak membayar pajak.

Hal ini terjadi gara-gara program pengampunan pajak (tax amnesty) yang disalahartikan, sehingga menakutkan masyarakat kecil, terutama bagi masyarakat yang memiliki penghasilan tidak kena pajak (PTKP)

Menurut Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi masyarakat dengan penghasilan di bawah PTKP tidak perlu bayar pajak, apalagi ikut program amnesti pajak.

“Jadi, saya perlu tegaskan, orang dengan gaji di bawah PTKP, tak perlu punya NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), tidak perlu bayar PPh (pajak penghasilan), melaporkan SPT (Surat Pemberitahuan), apalagi ikut tax amnesy,” tandas Ken dalam acara di kantornya, di Jakarta, Selasa (30/8).

Untuk diketahui, plafon atau batasan PTKP sendiri saat ini adalah Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta setahun. Untuk merespon itu, Senin kemarin pemerintah melalui DJP sendiri sudah mengeluarkan Peraturan Dirjen (Perdirjen) No Per-11/PJ/2016.

Dan aturan tersebut, sebagai aturan lanjutan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Menurut dia, untuk masyarakat yang berprofesi seperti buruh, asisten rumah tangga, nelayan, petani, pensiunan, dan penerima harta warisan yang penghasilannya di bawah PTKP tidak ikut mendeklarasikan dananya melalui program tax amnesty.

“Jadi profesi seperti itu, yakni dengan PTKP di bawah Rp4,5 juta per bulan tidak perlu ikut amnesti pajak. Jadi masyarakat jangan khawatir,” sebutnya.

Untuk itu, Ken berharap jangan sampai ada gerakan untuk memboikot bayar pajak. Seperti diketahui belakangan ini muncul ajakan untuk boikot bayar pajak di dunia media sosial yang sempat nge-hit.

“Justru saya pertanyakan ke mereka, mau boikot pajak yang mana? Pajak itu kan macam-macam, ada pajak PPh atau PPN (Pajak Pertambahan Nilai), bahkan pajak daerah pun ada,” cetus dia.

Untuk itu, dia minta agar gerakan itu tak perlu dilanjutkan. Apalagi memang dalam segala hal, saat ini sudah dikenai pajak. Baik itu beli pulsa, beli rokok, atau bveli permen pun tetap dikenai pajak.

“Wong kita mau buka internet saja dikenai pajak. Sudah lah (jangan diteruskan gerakan boikot bayar pajak),” keluh Ken.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan