Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu, Arief Poyuono. (ilustrasi/aktual.com)
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu, Arief Poyuono. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Upaya penanggulangan defisit anggaran dengan cara penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 133 triliun ke sejumlah pemerintah Daerah dan Kota oleh pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, akan berdampak negatif secara masif.

Bahkan menurut Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu, Arief Poyuono, kebijakan itu akan berujung pada tindakan pidana akibat ketidakmampuan pemerintah membayar hak pekerja (gaji pegawai).

Karena ternyata memang, DAU yang tertahan hingga Desember 2016, dari 169 daerah diketahui sebagian besar merupakan daerah yang tidak memiliki kemampuan pendapatan untuk menutupi DAU tersebut.

“Banyak hal yang akan berdampak pada penundaan DAU terhadap kinerja pemerintah daerah nantinya ,bisa jadi gaji pegawai pemerintah daerah dan Kota akan tertunda alias tidak tepat waktu seperti biasanya. Misalnya gaji guru, petugas kesehatan dan PNS serta pegawai honorer di pemerintahan,” kata Arief dalam keterangan tertulis kepada Aktual.com Selasa (30/8).

Dia melanjutkan, jika gaji PNS dan pegawai honorer tertunda pembayarannya akibat pemotongan DAU, maka pemerintah yang bertanggungjawab dapat dipidanakan oleh PNS dan pegawai Honorer serta pemerintah bisa didenda oleh ,Kepala Desa ,PNS ,Guru ,Satpol PP dan Pegawai Honorer .

Hal ini berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, di mana Pengusaha yang terlambat membayar dan/atau tidak membayar upah dikenai denda.

“Dalam hal ini pemerintah sama seperti pengusaha pemberi kerja pada Pekerja,” pungkas Arief.

Laporan: Dadang Sah

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby