Jakarta, Aktual.com – Rencana Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) untuk melakukan penurunan tarif Interkoneksi memang dinilai hanya mencari popularitas yang mengakibatkan kerugian bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurut Peneliti Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Mohammad Reza Hafiz, sangat wajar apabila didapati Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategi melakukan protes.
“Saya menilai jika Serikat Pekerja dari Telkomsel berteriak masalah tarif interkoneksi ini memang wajar. Hitung-hitungan cost recovery di RDP (Rapat Dengar Pendapat) dengan DPR itu juga saya pikir logis. Dengan tarif yang lebih rendah tentu akan membebani Telkomsel mengingat ketersediaan infrastruktur dan jaringan sampai ke pelosok dibangun perusahaan plat merah itu,” kata Reza kepada Aktual.com Selasa (30/8).
Kemudian jikapun ditinjau dari aspek persaingan, seharusnya setiap kebijakan pemerintah tidak melakukan liberalisasi atas perusahaan yang bekerja untuk negara, menurutnya kebijakan itu harus diletakkan kepada dasar konstitusi.
“Jika kita bicara persaingan dengan asas konstitusi (sumber daya dikuasai oleh negara dengan representasi BUMN) ya saya kira aspirasi Telkomsel perlu diakomodasi pemerintah. Karena kita tahu operator lainnya swasta dominan asing dan mereka semua sepakat untuk tarif turun. artinya memang ada interest untuk menggoyang dominasi t-sel di industri telekomunikasi ini,” ujarnya.
Dia mencermati perkembangan sektor informasi dan telekomunikasi saat ini mengalami laju pertumbuhannya hingga dua kali lipat di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Terlebih prospek industri ini semakin baik melihat trend digitalisasi semakin mempengaruhi ruang lingkup kehidupan maka penurunan tarif tersebut mendapat sambutan.
“Wajar jika masing-masing operator akan tergiur dengan insentif itu. Padahal infrastruktur dan jaringan sampai ke pelosok dibangun oleh telkom,” pungkasnya.
(Dadangsah)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka