Jakarta, Aktual.com – Sepak terjang bakal calon petahana Gubernur Basuki Tjahaja Purnama di urusan Pilkada DKI, dianggap tidak patut jadi teladan berpolitik di Indonesia.
Aktivis 98 dari Unversitas Trisakti, Ismed Matahari berpendapat demikian mengomentari apa yang sudah dipertontonkan Ahok sejauh ini. Mulai dari manuver, tidak konsisten, hingga klaim sepihak mengaku sudah kantongi dukungan dari PDI-P yang berujung pada kontroversi politik.
Ismed mencatat pongahnya sikap Ahok terhadap partai politik. Sesumbar tidak butuh parpol dan mengklaim sudah kantongi modal dukungan 1 juta KTP dari warga DKI yang dikumpulkan oleh relawan yang menyebut TemanAhok.
“Belakangan Ahok menelan ludahnya sendiri. Ahok ternyata butuh Partai Politik,” ujar dia, dalam pernyataan tertulis yang diterima Aktual.com, di Jakarta, Selasa (30/8).
Korban-korban mulai berjatuhan. Kepala BPKAD DKI Heru Budi Hartono bisa dibilang sebagai korban pertama. Bagaimana tidak, sebelumnya sudah dielus-elus Ahok untuk diboyong sebagai calon Wakil Gubernur lewat jalur independen, nasib Heru kemudian ‘kempes’. Diceraikan begitu saja saat tiga parpol (Nasdem, Hanura dan Golkar) datang menyatakan niat meminang Ahok. “Nasib Heru tidak lagi terdengar ibarat tertiup angin,” kata Ismed.
Tidak berhenti di situ. Ahok kelak menerapkan perlakuan yang sama kepada tiga parpol itu, persis seperti yang dilakukan ke Heru. Yakni dengan bersikap seperti mengecilkan dan meragukan kinerja mereka. PDI Perjuangan yang belum memutuskan kandidat gubernur pun mulai digarap Ahok. “Dengan berbagai cara manuver ibarat pemain sirkus,” kata Ismed.
Aksi main klaim pun dilakukan Ahok. Menyebut Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri hingga Presiden Joko Widodo sudah mendukungnya. Abaikan kenyataan, di mana di saat yang sama kader-kader banteng justru menunjukkan aspirasi penolakan terhadap Ahok. “Aspirasi dan jeritan dari kader dan simpatisan PDI Perjuangan yang mayoritas adalah Kaum Marhaen dan Wong Cilik dimana mereka menolak Ahok,” kata dia.
Ismed menilai, kondisi itu menunjukkan PDI-P sedang ‘diobok-obok’ Ahok. Seolah-olah tidak ada kader banteng yang layak untuk menjadi lawan tangguh Ahok di DKI. Ahok dianggap lupa, PDI-P punya banyak stok kader bagus.
Sebut saja seperti Djarot (Wagub DKI), Ganjar (Gubernur Jateng), Risma (Wali Kota Surabaya), Rano (Gubernur Banten). Juga ada Edysa Girsang, aktivis 98 dan pelaku sejarah mimbar bebas di DPP PDI Pro Mega tahun 1996 yang saat ini juga ikut turut dalam penjaringan calon gubernur melalui PDI-P. “Bahkan Ahok mungkin lupa masih ada lawan tangguh yaitu cucu dari Proklamator Bung Karno, anak dari Guntur Soekarnoputra yang bernama Puti Guntur Soekarno,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh: