Jakarta, Aktual.com – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM-UI) mendesak pemerintah agar mencari jalan solusi secepatnya untuk mengatasi pelanggaran terhadap undang-undang atas rekomendasi izin ekspor konsentrat Freeport yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM.
Kemudian BEM-UI juga merasa kecewa kepada PT Freeport Indonesia yang tidak mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan pembangunan smelter sebagaimana diamanatkan oleh UU No 4 tahun 2009.
“Pemberian rekomendasi ekspor konsentrat Freeport tidak boleh dibiarkan terjadi secara berlarut-larut. Padahal ini sangat jelas terjadi inkonstitusi oleh pemerintah atas UU No 4 tahun 2009 yang mengamanatkan pembangunan smelter. Namun hingga kini Freeport belum menunjukkan itikad baik untuk membangun smelter,” kata Ketua Bem-UI, Arya Ardiansyah, Rabu (31/8).
Lebih lanjut ia menilai semangat UU No 4 tahun 2009 tersebut bertujuan memberikan nilai tambah bagi negara melalui pemurnian hasil galian. Akan tetapi Freeport tidak mematuhi undang-undang itu dibuktikan dengan pembangunan smelter yang tak kunjung tuntas.
Indikasi kesengajaan Freeport yang tidak berniat membangun smelter menempatkan posisi pemerintah dalam keadaan dilema. Disatu sisi pemerintah tidak mau kehilangan pendapatan jika menjalankan UU dengan menghentikan ekspor konsentrat, namun di sisi lain pemerintah melakukan pelanggaran jika memberi rekomendasi ekspor konsentrat.
Hal lain yang menjadi sorotan yakni kekuatan politik di lembaga DPR tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai fungsi pengawasan atas jalannya pemerintahan.
“UU ini semangatnya sangat baik yaitu agar memberi nilai tambah yang signifikan kepada negara melalui pemurnian. Namun kita sayangkan pemeritah tidak tegas menjalankan UU. Dengan terus menerus memberikan rekomendasi ekspor konsentrat, maka tindakan pelanggaran terhadap UU juga berkali-kali dilakukan oleh pemerintah dan ini juga sudah berlangsung bertahun-tahun,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui ketentuan UU No 4 tahun 2009 pasal 170 menyatakan pemegang Kontrak Karya (KK) yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian di dalam Negeri selambat-labatnya lima tahun sejak UU diberlakukan.
Artinya Freeport harus membangun alat pemurnian (smelter) paling lambat tahun 2014 harus rampung, setelahnya Freeport tidak diperbolehkan mengekspor konsentrat. Namun sejak tahun 2014 hingga sekarang pemerintah telah mengeluarkan kebijakan relaksasi dengan memberikan rekomendasi izin ekspor konsentrat Freeport hingga terjadi sebanyak 5 kai.
(Dadang Sah)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan