Tersangka kasus suap panitera PN Jakarta Utara Samsul Hidayatullah meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (16/6). Kakak artis Saipul Jamil yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan KPK itu diduga menyuap panitera pengganti PN Jakarta Utara untuk mengurangi hukuman adiknya yang menjadi terdakwa kasus pencabulan terhadap anak. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/pd/16

Jakarta, Aktual.com – Samsul Hidayatullah, kakak dari Saipul Jamil dan 2 pengacara, Kasman Sangaji dan Berthanatalia Rukruk Kariman, didakwa menyuap Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut), Ifa Sudewi dengan uang sebesar Rp250 juta.

“Terdakwa I, Berthanatalia, Terdakwa II, Samsul dan Kasman telah memberi uang kepada Hakim Ifa Sudewi selaku Hakim yang ditunjuk untuk mengadili perkara pidana atas nama Saipul Jamil,” papar Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dzakiyul Fikri, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/8).

Kata Jaksa Dzakiyul, suap tersebut untuk mempengaruhi putusan perkara atau meringankan putusan pidana Saipul Jamil. Dimana, pemberiannya dilakukan di area parkir Universitas 17 Agustus 1945, Sunter, Jakut.

Kata Jaksa, suap untuk Ifa diberikan langsung oleh Berthanatalia kepada Panitera Pengganti di PN Jakut bernama Rohadi pada 15 Juni 2016.

“Dengan tujuan mempengaruhi putusan perkara dengan nomor 454/Pidsus/2016/PN.JKT.UTR di PN Jakut,” jelas Jaksa.

Proses awal suap ketika Kasman meminta Berthanatalia untuk menemui Rohadi, medio Mei 2016. Saat itu Kasman memerintahkan Berthanatalia untuk menyerahkan dokumen mengenai identitas Dede Sulton, pria yang diduga dicabuli Saipul.

2 hari berselang, Kasman kembali menghubungi Berthanatalia untuk menangkan ihwal penanganan kasus Saipul. Dalam komunikasinya, Kasman meminta Berthanatalia untuk mengurus putusan perkara Saipul agar diputus ‘onslag’ atau pidana percobaan.

Namun kemudian, ternyata tuntutan dari Jaksa untuk Saipul murni tindak pidana perbuatan cabul dengan hukuman 7 tahun penjara serta denda 100 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Mendengat tuntutan Jaksa, Berthanatalia langsung kasak-kusuk dengan menemui Rohadi di PN Jakut pada 8 Juni 2016. Hasil pertemuan itu, yakni ada permintaan uang Rp500 juta dari Rohadi kepada Berthanatalia yang bertujuan untuk menyogok Hakim.

“Kemudian Berthanatalia menghubungi Kasman untuk menyampaikan permintaan Rohadi. Selanjutnya, Berthanatalia meminta Samsul menemuinya guna menyampaikan hal serupa, di rumah makan Penang Bistri, Mall Kepala Gading, Jakut,” beber Jaksa.

Samsul pun menyetujui dan melaporkannya kepada Saipul, yang selanjutnya diteruskan Saipul dengan meminta asistennya, Aminudin untuk mengambil uang Rp565 juta dari rekeningnya.

“Pada 14 Juni 2016, Samsul bersama Aminudi mengambil uang Rp565 juta di BNI Syariah cabang Jakut. Kemudian oleh Samsul, Rp65 juta dimasukkan ke dalam rekeningnya,” tutur Jaksa.

Masih di tanggal 14 Juni, Berthanatalia bertemu dengan Rohadi di PN Jakut dan mendapatkan informasi bahwa Pasal yang terbukti adalah Pasal 292 KUHP dan Saipul akan dijatuhi pidana selama 3 tahun penjara. Rohadi pun meminta uang atas putusan tersebut sebesar Rp250 juta.

“Kemudian Berthanatalia melaporkan informasi Rohadi kepada Kasman. Disaat yang sama Kasman menyarankan Berthanatalia untuk memberitahukan kepada Samsul bahwa uang yang harus disiapkan adalah Rp300 juta,” ucap Jaksa.

Sampailah kepada sidang putusan Saipul. Benar saja, vonis Majelis Hakim untuk Saipul persis dengan informasi yang diterima Berthanatalia dari Rohadi.

“Berthanatalia, Kasman dan Samsul menggelar pertemuan di restoran Singapura Club House Springhill, Kemayoran, Jakarta Pusat. Dimana, usai pertemuan Samsul menyerahkan uang Rp300 juta kepada Berthanatalia,” jelas Jaksa.

Hingga akhirnya, pada 15 Juni 2016 Berthanatalia bertemu Rohadi di Universitas 17 Agustus 1945 untuk memberikan uang pengurangan putusan Saipul. Tapi, Berthanatalia hanya memberikan uang ke Rohadi Rp250 juta.

Atas dugaan tersebut, baik Berthanatalian, Kasman dan Samsul diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah ke dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

(Ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby