Jakarta, Aktual.com – Tiga operator yaitu Indosat Ooredoo, XL Axiata, dan Hutchison 3 Indonesia (Tri) bersikukuh tetap menerapkan Surat Edaran (SE) Kemkominfo yang menurunkan tarif interkoneksi secara agregat sebesar 26 persen dan mulai berlaku 1 September 2016.
“Meskipun Kemkominfo kemudian sudah memutuskan untuk menunda pemberlakuan SE tersebut, tiga operator ini (Indosat, XL dan Tri) tetap menerapkan penurunan tarif intekoneksi. Itu sikap yang patut disesalkan. Mereka hanya ingin mendapat untung dengan cara yang tidak fair”, kata Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB, Muhammad Ridwan Effendi, di Jakarta, Jumat (2/9).
SE Nomor 1153/M.KOMINFO/PI.0204/08/2016 yang ditandatangani oleh Plt. Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Geryantika Kurnia yang dikeluarkan pada 2 Agustus 2016, ditetapkan bahwa biaya interkoneksi untuk 18 skema panggilan telepon tetap dan seluler diturunkan secara agregat sekitar 26 persen.
Khusus untuk seluler, misalnya percakapan dari Rp250 per menit menjadi Rp204 per menit.
“Para operator ini berniat mencari untung sebanyak-banyaknya dari polemik biaya interkoneksi ini tanpa mau memikirkan masyarakat. Kengototan mereka ingin menerapkan tarif interkoneksi baru itu adalah agar mereka dapat untung dua kali,” kata Ridwan yang pernah menjabat sebagai anggota komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).
Bahkan biaya jaringan Indosat dan XL sudah di bawah Rp204 per menit, biaya jaringan Indosat di sekitar Rp86 dan XL Rp65.
“Itu menurut perhitungan mereka. Jadi betul mereka akan untung dua kali, jika tarif interkoneksi diberlakukan simetris pada Rp204. Sedangkan Telkomsel akan rugi dua kali,” ujar Ridwan.
Dengan menerapkan biaya interkoneksi yang baru Rp204 maka XL untung Rp139, sedangkan Indosat untung Rp118 per menit percakapan. “Ini keuntungan pertama Indosat dan XL,” kata Ridwan.
Keuntungan keduanya adalah ketika ada pelanggan Indosat menelepon ke pelanggan Telkomsel, perusahaan milik Ooredoo Qatar ini hanya membayar biaya interkoneksi sebesar Rp204, bukan lagi 250 per menit. Demikian juga dengan XL.
“Jadi, Indosat dan XL di sini untung lagi Rp 46,” ulasnya.
Padahal, menurut dia, bagi masyarakat tidak ada keuntungan signifikan yang bisa mereka nikmati. Bahkan, tegasnya, operator telekomunikasi yang mayoritas sahamnya dimiliki Axiata dari Malaysia dan Ooredoo dari Qatar itulah yang akan menikmati keuntungan.
“Bagaimana masyarakat bisa menikmati keuntungan, biaya interkoneksi hanya turun Rp46, sedangkan tarif offnet yang dibebankan kepada masyarakat di kisaran Rp 2000 per menit. Jadi, keuntungan itu akan jadi tambahan keuntungan Indosat dan XL,” kata Ridwan.
Alasan lain yang diungkapkan Ridwan, adalah keengganan para operator swasta untuk memenuhi kewajibannya membangun jaringan telekomunikasi di seluruh pelosok Tanah Air.
Padahal selama ini, baru Telkomsel dan Telkom saja yang membangun jaringan telekomunikasi hingga ke seluruh pelosok, bahkan hingga ke daerah perbatasan dengan negara-negara tetangga.
Sementara dalam kesempatan yang terpisah, President Director & CEO Indosat Ooredoo Alexander Rusli dan President Director & CEO XL Axiata Dian Siswarini, mengatakan akan tetap menerapkan biaya interkoneksi baru, meski Kominfo menundanya.
Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Noor Iza, telah menyatakan bahwa SE yang diumumkan sebelumnya, belum bisa diterapkan per 1 September 2016 karena Daftar Penawaran Interkoneksi (DPI) belum lengkap terkumpul. Oleh karena itu, operator menggunakan acuan biaya interkoneksi Rp250.
Sedangkan President Direktur Smartfren Telecom Merza Fachys, yang juga Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), mengatakan biaya interkoneksi diberlakukan secara business to business (B2B) atau atas kesepakatan masing-masing operator.
(Ant)
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby