Warga antre saat akan melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Gerai Indomaret, Kronjo, Tangerang, Banten, Selasa (9/8). Bank BJB bekerja sama dengan Indomaret dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) bagi masyarakat di Kabupaten Tangerang guna meningkatkan pelayanan dan percepatan pembayaran, melalui kerjasama tersebut masyarakat dapat membayar PBB-P2 di gerai Indomaret. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com – Pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mulai mengeluhkan susahnya mengundang para pengusaha besar untuk ikut program tax amnesty (pengampunan pajak), apalagi untuk merepatriasi dana itu.

Makanya, hingga saat ini, menurut pihak DJP, baru ada satu-dua pengusaha besar yang sudah ikut program tersebut. Mestinya memang lebih banyak lagi.

“Masalahnya, karena mereka itu pengusaha besar tentu asetnya juga banyak. Sehingga saya rasa, butuh waktu untuk repatriasi aset dari luar negeri,” kilah Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Hestu Yoga Saksama, di diskusi Geger Tax Amnesty, di Jakarta, Sabtu (3/9).

Apalagi memang, dalih dia, aset-aset orang Indonesia di luar negeri itu tak hanya berupa dana cash. “Makanya, kalau bentuknya uang mungkin mudah, tinggal ditransfer. Tapi ternyata banyak yang dalam bentuk saham, obligasi, bahkan dalam bentuk perusahaan maupun properti,” tandas dia.

Makanya, karena susahnya untuk menarik para wajib pajak (WP) besar itu sekaligus merepatriasi dananya, pihak DJP pun mulai tak terlalu optimis target tebusan sebanyak Rp165 triliun itu.

“Mungkin sekarang tidak perlu ngomong target dulu yang penting ayo bekerja, berapa pun hasilnya. Kita tidak usah estimasi targetnya lagi. Bagi kami, pihak DJP akan terus lakukan pelayanan sebaik mungkin agar mereka bisa lancar dalam merepatriasi asetnya,” papar dia.

Terkait repatriasi ini, dia pun mengakui, kalau tujuan utama dari tax amnesty ini adalah untuk merepatriasi, sehingga akan berdampak ke pertumbuhan perekonomian nasional.

“Tujuan yang pertama justru menggerakan perekonomian kita lebih tinggi dari yang ada sekarang yaitu merepatriasi dana aset orang Indonesia yang ada di luar negeri untuk dibawa pulang,” kata dia.

Setelah dana itu di bawa pulang, maka mesti diinvestasi di Indonesia untuk menggerakkan perekonomian. Setelah itu, baru tujuan kedua untuk mendorong basis pajak dari tax ratio sebesar 11 persen menjadi 15 persen.

“Makanya benar kata Pak Presiden Jokowi, sasaran utamanya untuk WP besar. Yang aset banyak di luar negeri, ayo dibawa pulang. Itu benar. Karena selama ini mereka yang punya dana di luar negeri tak berani bawa pulang bahkan mengungkap saja tak berani,” jelas dia.

Saatnya, kata dia, pihaknya terus berkejaran dengan waktu. Mengingat batas akhir periode pertama hingga akhir September ini. “Tapi sesuai kata Pak Presiden, kanibm terus mengejar WP besar dan minta dukungan juga dati Apindo dan Kadin. Sat ini baru satu-dua WP besar sudah masuk,” jelasnya.

Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo sudah sejak awal memprediksi akan susah mengejar target uang tebusan sebanyak Rp165 triliun. Apalagi dalam merepatriasi dana ditargetkan bisa sebanyak Rp1.000 triliun.

“Karena sebelumnya, pemerintah sendiri belum banyak menyediakan aturan teknisnya. Makanya WP besar belum banyak yang mau ikut,” ujar Prastowo.

Akan tetapi, setelah pemerintah menerbitkan PMK soal Special Purpose Vehichal (SPV), dia yakin pengusaha besar akan banyak yang ikut mendeklarasikan asetnya di tax amnesty.

“Belum lama ini, sudah ada informasi terkait pernyataan WP besar yang siap deklarasi, mereka mau ikut. Selama ini belum banyak karena PMK soal SPV juga baru terbit lima hari lalu. Karena pengusaha besar pasti butuh SPV,” tegas Direktur Center Indonesia for Taxation Analysis (CITA).

Hingga Sabtu (3/9) ini, dana tebusan yang baru masuk sebanyak Rp 4,32 triliun dari target Rp165 triliun. Sedang dana repatriasi sebanyak Rp12,6 triliun atau 6% dari total komposisi harta sebanyak Rp204 triliun. Namun masih sangat jauh dati target repatriasi yang mencapai Rp1.000 triliun. Sisanya berasal dari deklarasi dalam negeri Rp160 triliun (79%) dan deklarasi luar negeri Rp30,7 triliun (15%).

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan