Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Sunny Tanuwidjaja bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/5). Sunny diperiksa sebagai saksi terkait kasus pembahasan raperda tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi DKI Jakarta tahun 2015-2035 dan raperda tentang rencana tata ruang kawasan strategis Pantai Utara Jakarta.ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww/16.

Jakarta, Aktual.com — Staf Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Sunny Tanuwidjaja mengaku menjadi perantara antara Gubernur dan para pengembang perusahaan reklamasi di Pantai Utara Jakarta.

“Saya berkomunikasi dengan Agung Podomoro, kalau saya lebih banyak bicara dengan David Halim (Kepala Direktorat Perizinan PT Agung Podomoro Land), kalau dari PT Kapuk Naga Indah lebih sering komunikasi dengan Pak Budi Nurwono (direktur PT KNI), ini kaitannya karena Pak Gubernur lebih mendapat banyak saran dari pemerintah daerah yang konsultannya kebanyakan akademisi sedangkan pengembang banyak praktisi,” kata Sunny saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor di Jakarta, Senin (5/9).

Sunny menjadi saksi untuk mantan Ketua Komisi D Mohamad Sanusi yang didakwa menerima suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja, terkait pembahasan RTRKSP dan melakukan pencucian uang sebesar Rp45,28 miliar.

Menurut Sunny, awalnya para pengembang tidak menyampaikan keberatan mereka terhadap besaran kontribusi tambahan adalah 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak. “Mereka tidak mengatakan secara eksplisit setuju, tapi persetujaun mereka tercermin pertama bahwa mereka tidak menolak dan kedua sebagian dari mereka sempat menyampaikan pernyataan akan membangun proyek-proyek tertentu, Agung Podomoro jelas sudah memberikan dulu, ada 10 program sebelum perda RTRKSP disahkan.”

Sedangkan PT Kapuk Niaga Indah yang merupakan anak perusahaan Agung Sedayu Grup dan menguasai empat pulau reklamasi juga sudah berkomitmen membangun tanggul di Pantai Indah Kapul dan membangun jalan senilai Rp40 miliar.

“Kalau komunikasi dengan staf pegawai di perusahaan-perusahaan saya pasti lebih banyak dibanding Pak Gubernur. Mereka (Staf pengembang) memberikan masukan terutama kepastian investasi karena sudah investasi panjang dan banyak masukan pengembang yang sifatknya teknis dan tidak mungkin menyampaikan ke Pak Gub karena sangat teknis.”

Sedangkan komunikasi Sunny dengan Sanusi juga pernah dilakukan untuk menyampaikan usulan pemilik Agung Sedayu Grup Sugianto Kusuma alias Aguan. “Pernah komunikasi dengan Pak Sanusi terkait dengan dua hal, pertama usulan pengembang Pak Sugianto Kusuma yang menyampaikan usulan agar pengembang saja yang mengurus dokumentasi untuk orang yang menagunkan tanah reklamasi, bukan pemda karena pemda akan direpotkan dengan berbagai dokumentasi, dan saya tanya Pak Sanusi apakah itu bisa diatur di perda. Kedua, bertanya ke Pak Sanusi mengapa DPRD terus menerus tidak kuorum.”

Jawaban yang disampaikan Sanusi, menurut Sunny karena ada pendekatan yang salah terhadap anggota DPRD karena hanya diberikan info dan edukasi ke satu orang bukan ke semua orang termasuk para ketua fraksi. Sedangkan dalam dakwaan kedua, Sanusi mencuci uang Rp45,28 miliar yang diduga berasal dari pidana korupsi selaku anggota Komisi D periode 2009-2014 dan 2014-2019 .

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu