Jakarta, Aktual.com — Mantan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur La Nyalla Mahmud Mattalitti didakwa mendapatkan keuntungan sebesar Rp1,1 miliar dan merugikan keuangan negara Rp27,76 miliar dari dana hibah pengembangan ekonomi provinsi Jatim.
“Perbuatan terdakwa La Nyalla Mahmud Mattalitti telah memperkaya diri sendiri yaitu Rp1.105.577.500 atau memperkara orang lain yaitu Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring sebesar Rp26,65 miliar,” kata jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya I Made Suarnawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (5/9).
Perbuatan terdakwa, kata jaksa selaku Ketua umum Kadin Jatim sekaligus penerima hibah bersama-sama dengan saksi Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring dapat merugikan keuangan negara pemprov Jatim sebesar Rp27,76 miliar atau Rp26,654 miliar.
Awalnya pemprov Jatim dan Kadin Jatim membuat kesepakatan bersama pada 9 November 2014 tentang Pengembangan Ekonomi Jawa Timur. Kemdian, Pemprov Jatim menganggarkan dana hibah melalui APBD tahun 2011, 2012, 2013 dan 2014 kepada Kadin Jatim sebagaimana tertuang dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Biro Administrasi Perekonomian Sekretariat Daerah Jatim sebesar Rp43 miliar serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jatim untuk tahun 2011 melalui APBD Perubahan sebesar Rp5 miliar.
La Nyalla dibantu oleh Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Jaringan Usaha Antar Provinsi Kadin Jatim Diar Kusuma Putra, Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Kadin Jatim Nelson Sembiring dan Staf Badan Penelitian dan Pengembangan pemprov Jatim Heru Susanto membuat proposal kegiatan untuk program kegiatan (a) Akselerasi Perdagangan Antar Pulau, (b) Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan (c) Busines Development Center (BDC).
La Nyalla selanjutnya mengusulkan program pada periode 2011 sebesar Rp13 miliar, 2012 sejumlah Rp10 miliar, pada 2013 sebesar Rp15 miliar dan Rp10 miliar pada 2014 dengan nilai total Rp48 miliar yang seluruhnya disetujui oleh pemprov.
“Berdasarkan bukti pencairan dana hibah tahun 2011 anggaran yang dicairkan sebesar Rp8 miliar, La Nyalla bersama-sama dengan saksi Diar Kusuma Putra dan saksi Nelson Sembiring menyiasati penggunaan dana hibah yang tidak sesuai peruntukannya agar seolah-olah telah dilaksanakan sesuai dengan Proposal dan Rencana Anggaran Biaya dengan cara Diar, dan Nelson merekayasa data pendukung laporan pertanggungjawaban dan meminta bantuan Herus Susanto untuk membuat laporan pertanggungjawaban sesuai RAB yang ada di dalam proposal, dan setelah laporan pertanggung jawaban selesai dibuat kemudian terdakwa menandatanganinya untuk kemudian diserahkan kepada Gubernur Jatim Cq. Kepala Biro Administrasi Perekonomian Sekda Jatim.”
Hal yang sama dilakukan pada 2012 untuk pencairan sebesar Rp10 miliar. Dari jumlah itu La Nyalla menggunakan Rp1,3 miliar untuk kepentingan pribadinya. “Selanjutnya sebesar Rp 5,36 miliar digunakan untuk pembelian Initial Public Offering (IPO) Bank Jatim atas nama terdakwa La Nyalla Mahmud Mattalitti.”
Terdakwa pada Juni 2012 berminat penawaran IPO Bank Jatim dengan menandatangani Lembaran Pernyataan Minat Pemesanan Pembelian Saham sejumlah 33 juta lembar atau Rp20 miliar, jelas jaksa. La Nyalla selanjutnya menjual saham Bank Jatim itu secara bertahap pada 2 April 2013 dan 23 Februari 2015 dengan nilai total seluruhnya Rp6,411 miliar. Seluruh hasil penjualan saham Bank Jatim tersebut masuk ke rekening efek perorangan Mandiri Sekuritas atas nama H. La Nyalla Mattalitti, Ir dengan kode nasabah ED 306.
“Bahwa keuntungan yang diperoleh terdakwa adalah sejumlah Rp1,105 miliar yang merupakan selisih harga jual yang lebih tinggi dari harga perolehan saham atas kepemilikan ISP Bank Jatim yaitu Rp6,411 miliar dikurangi Rp5,36 miliar sehingga terdakwa telah memperkaya diri sendiri sejumlah Rp1,105 miliar dengan menggunakan dana hibah Kadin Jatim tidak sesuai dengan peruntukannya melainkan digunakan untuk kepentingan diri terdakwa sendiri.”
Selanjutnya pada 2013 anggaran yang dicairkan adalah sebesar Rp15 miliar dan pencairannya juga dengan membuat laporan seolah-olah telah dilaksanakan sesuai dengan Proposal dan Rencana Anggaran Biaya. Sedangkan pada 2014 dengan cara yang sama La Nyalla mendapatkan pencairan sebesar Rp10 miliar.
La Nyalla juga membuat Surat Pengakuan Hutang yang seolah-olah dilakukan pada tanggal 9 Juli 2012 sebesar Rp5,359 miliar padahal menurut jaksa surat itu bukan dibuat tangal 9 Juli 2012 melainkan dibuat setelah meterai tersebut dicetak yaitu pada 23 Juli – 7 November 2012.
Menurut jaksa, La Nyalla juga masih membuat Surat Keputusan Pendelegasian Kewenangan dengan tanggal mundur dan terakhir La Nyalla memerintahkan perubahan transaksi giro mengenai saham IPO atas nama La Nyalla untuk menutupi kesengajaannya yang telah menggunakan Dana Hibah Kadin Jatim.
Atas dakwaan tersebut, La Nyalla langsung mengajukan nota keberatan (eksepsi). “Saya tidak memahami apa yang disampaikan JPU karena dari praperadilan saya, penetapan tersangka saya tidak sah saya langsung megnajukan eksepsi,” kata La Nyalla.
“Ada dua penetapan tersangka praperadilan yang dinyatakan tidak sah,” kata penasihat hukum La Nyalla, Sumasro.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu