Jakarta, Aktual.com – Dewan Energi Nasional (DEN) mengungkapkan permasalahan utama lambatnya pembangunan program listrik 35 GW terletak pada pembebasan lahan, rata-rata masyarakat menolak nilai jual harga yang ditawarkan pihak pembangun pembangkit.
“Ternyata akar masalahnya ada dipersoalan pembebasan lahan, jadi pembangkitnya sudah ada, masyarakat maunya melepas tanah dengan harga pasar agak tinggi,” kata aggota DEN Syamsir Abduh, Senin (6/9).
Dalam rencana pembangunan tata ruang DEN melakukan tinjauan, namun ternyata program 35 GW tersebut belum ada sama sekali masuk dalam perencanaan tata ruang. Sementara untuk melakukan review dan memasukkan perencanaan tersebut, berdasarkan UU dibutuhkan hingga waktu 5 tahun.
Oleh karenanya Kementerian Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) sedang mempertimbangkan pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mempercepat pembangunan program unggulan pemerintahan Jokowi-JK tersebut.
“DEN mengusulkan coba lihat di RTRW (rencana tata ruang wilayah), untuk membangun harus ada izin RTRW, ternyata belum ada di RTRW, untuk mereview saja butuh waktu 5 tahun di UU nya. Kalau 5 tahun, kapan program 35 GW ini dibangunnya, makanya teman-teman di Kementerian ATR itu supaya UU itu di-perppu-kan, supaya cepat,” tandasnya.
Sebelumnya Plt Menteri ESDM, Luhut Binsar Panjaitan (LBP) menyampaikan keinginannya melakukan verifikasi kepastian besaran kapasitas program 35 GW yang mampu terselesaikan pada 2019. Dan secara pribadi dia memperkirakan pembangunan tersebut hanya mampu mencapai commercial on date atau pengoperasian secara komersial (COD) sekirar 20 GW pada 2019.
“Proyek 35 GW kita ingin hitung yang persis selesai tahun 2019 berapa GW sih, berapa yang ter construction? Tapi mungkin ada 10 GW yang under construction. Jadi mungkin yang selesai hanya sekitar 20 GW yang sudah COD,” pungkas Kader Senior Partai Golkar itu.
Dadang Sah
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan