Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah tidak terima dipecat dari Partai Keadilan Sejahtera saat memberikan keterangan pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (4/4). Fahri merasa tidak mempunyai kesalahan yang membuatnya harus dipecat dari partai, jika yang dipermasalahkan adalah sikap dan gaya bicaranya, maka itu tidak bisa dijadikan alasan ujarnya. FOTO: AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Jakarta, Aktual.com – Presiden Joko Widodo menerbitkan instruksi presiden Nomor 8 Tahun 2016 tentang penghematan anggaran Kementerian dan Lembaga.

Ada 87 kementerian dan lembaga yang tercantum dalam Inpres tersebut per tanggal 26 Agustus 2016 tersebut. Namun tiga lembaga di parlemen yakni Dewan Perwakilan Rakyat, Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah tidak diminta untuk menghemat anggarannya.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai Presiden Jokowi tak diperbolehkan melakukan pemotongan anggaran melalui Inpres.

“Itu salah, nanti Presiden didugat. Pemotongan anggaran itu mesti dengan APBNP tahap 2,” ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/9).

Termasuk DPR, lanjut Fahri, pihaknya juga jangan asal setuju bila anggaran lembaga legislatif tidak dipotong. “Jangan setuju-setuju aja. Ya enggak boleh dong,” katanya.

Menurutnya, pemotongan anggaran merupakan hak DPR dengan kuasa pembuat UU. Bahkan, UU APBN dibuat melalui UU pula. Jadi, kata Fahri, tidak diperbolehkan mengelola keuangan dengan menggunakan instrumen-instrumen di bawah UU.

“Karenanya salah itu, bisa digugat, itu bahaya,” cetua Politisi PKS ini.

Menyinggung Inpres sudah terlanjur dikeluarkan meski tak diperbolehkan, Fahri menjelaskan jika Inpres itu keluar maka akan rawan gugatan dan menciptakan ketidakpastian hukum.

“Itu yang saya heran kenapa Presiden suka mengambil keputusan-keputusan yang melanggar hukum seperti ini. Ini kan enggak boleh. Yang namanya uang negara itu adalah melalui APBN dan APBN harus melalui intrumen UU enggak ada presedennya,” ungkap Fahri.

Fahri menambahkan, dalam sejarah RI Inpres memotong anggaran tidak ada presedennya. Sebab, jika uang atau APBN diatur dengan Inpres maka akan sulit mempertanggungjawabkannya.

“Jadi terus terang saya meyayangkan sekali keputusan Presiden. Ngatur-ngatur anggaran pakai Inpres kayak gitu. Bahaya sekali. Ini preseden yang buruk bagi kita,” pungkasnya.

Berdasarkan Inpres dari Setkab.go.id, anggaran DPR dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 mencapai Rp 4,7 Triliun. Anggaran untuk DPR ini tidak diotak-atik dan hanya diberi tanda strip di kolom penghematan anggaran. Begitu juga anggaran untuk MPR sebesar Rp 768 Miliar dan DPD Rp 801 Miliar.

Adapun kementerian yang tidak diminta melakukan penghematan anggaran hanya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Rp 707 Miliar.

Di luar itu, sebanyak 83 kementerian atau lembaga lainnya mengalami diminta untuk menghemat anggaran. Total anggaran yang dihemat mencapai Rp 64 Triliun.

Laporan: Nailin In Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby