Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat membacakan putusan uji materi UU ITE yamg diajukan Setya Novanto saat sidang pembacaan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (7/9). Mahkamah Konstitusi mengabulkan untuk sebagian permohonan yang diajukan Setya Novanto.

Jakarta, Aktual.com – Kuasa hukum Setya Novanto, Saifullah Hamid, mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Khususnya Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 44 huruf b UU ITE dan Pasal 26A UU Tipikor terkait frasa ‘Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik’ dan frasa ‘Pemufakatan Jahat’ pada Pasal 15 UU Tipikor.

“Delik-delik yang bersyarat kualitas tertentu, maka secara aktif juga harus diperiksa. Artinya harus dipertimbangkan betul apakah orang yang diperiksa ini, yang dituduh melakukan pemukafatan jahat ini, punya kualitas gak untuk melakukan itu,” terang Hamid di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (7/9).

Bagaimana kelanjutan penanganan kasus rekaman Freeport di Kejaksaan Agung sejalan dengan adanya putusan MK ?

“Seharusnya, kalau kita lihat kasusnya tidak ada kualitasnya beliau. Nah dengan putusan ini seharusnya kejaksaan kan memeriksa apakah ada kualitasnya atau tidak. Ya mau enggak mau tidak terpenuhi unsur deliknya Pasal 15,” jelasnya.

Diungkapkan Hamid, pihak-pihak yang direkam pembicaraannya mengenai perpanjangan PT Freeport Indonesia harus dilihat juga secara utuh. Yakni sejauhmana pihak dimaksud benar-benar bisa memperpanjang kontrak PT Freeport Indonesia.

Putusan MK soal UU ITE juga sudah menyatakan dengan tegas bahwa rekaman pembicaraan tidak bisa dijadikan alat bukti. Bahkan, pelaku perekam pembicaraan bisa dikategorikan melakukan tindak pidana.

“Yang merekam itu adalah tindak pidana, yang merekam kemudian dijadikan alat bukti di kejaksaan itu adalah pelaku tindak pidana,” jelas Hamid.

Dalam putusan MK, lanjut dia, juga sangat jelas bahwa alat bukti itu sah apabila dilakukan oleh penegak hukum atas kepolisiaan, kejaksaan dan penegak hukum lainnya. Selain itu, cara-cara yang dilakukannya harus mengikuti prosedur hukum yang ada.

“Jadi dua point itu yang di Undang-Undang ITE tadi. Artinya ini menunjukan bahwa apa yang menjadi alat bukti perekaman yang selama ini dijadikan alat bukti di kejaksaan itu tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti dan yang kedua itu bisa dipidana,” ucapnya.

Laporan: Soemitro

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby