Jakarta, Aktual.com – Asosiasi Perusahaan Pengolahan Pemurnian Indonesia (AP3I) menolak keras rencana Pemerintah dan DPR RI merevisi UU Minerba No 04/ 2009 serta pemberian rekomendasi izin ekspor biji (ore) mineral.
Ketua AP3I, Prihadi Santoso mempertanyakan komitmen pemerintah dengan melonggarkan aturan demi mengakomodir perusahaan yang tidak menjalankan aturan. Pemerintah dinilai tidak serius dan tidak punya konsep jelas di program hilirisasi mineral.
Dia pun mengaku merasa dirugikan atas tidak komitmennya penyelenggara negara. Pasalnya asosiasi gabungan dari 21 perusahaan yang beranggotakan 15.000 tenaga kerja itu sudah beres membangun smelter (pemurnian konsentrat) di Moro Wali, Sulawesi Selatan.
Alhasil, rekomendasi pemerintah mengizinkan ekspor ore pun dianggap mengancam ketersedian pasokan smelter yang sudah dibangun.
“Kebijakan itu selain berdampak negatif pada iklim investasi, namun juga mengancam perusahaan smelter yang tidak memiliki pertambangan. Mereka akan sulit mendapat pasokan dari dalam negeri,” kata dia, saat jumpa pers di Jakarta, Rabu (7/9).
Dalam kesempatan itu, AP3I menyampaikan tiga tuntutan. Yakni:
Pertama, menolak relaksasi ekspor biji atau ore mineral, karena dianggap bertentangan dengan komitmen UU No 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara. Kemudian kebijakan itu juga tidak sesuai dengan pernyataan Presiden Jokowi pada saat peresmian pabrik Feronikel di PT Sulawesi Mining Investment pada tanggal 14 Agustus 2016.
Kedua, menuntut pemerintah agar memberikan jaminan pada pasokan raw material bagi smelter yang telah berdiri dan beroperasi dalam bentuk domestic market obligation, sehingga smelter dalam negeri tidak mengalami kesulitan bahan baku.
Kemudian tuntutan terakhir yaitu meminta agar pemerintah mencabut PP No 17 tahun 1986 tentang kewenangan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri. Hal ini untuk mengakhiri dualisme perizinan dan pembinaan industri smelter. (Dadang S)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta