Seorang anak remaja menunjukkan stiker "Stop Narkoba" yang baru dibagikan Ketua BNN Budi Waseso di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (8/11/2015). Kegiatan tersebut merupakan bagian dari kampanye anti narkoba yang mana telah terjadi peningkatan penyalahgunaan dan pecandu narkoba di tahun 2015.
Jakarta, Aktual.com – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penghapusan Hukuman Mati di ASEAN (CADPA) menyatakan saat ini negara-negara ASEAN sedang berada di tengah persimpangan jalan dalam menyelesaikan berbagai persoalan kejahatan, termasuk peredaran gelap narkotika.
Akan tetapi, dalam prakteknya mereka menggunakan dalih perang terhadap narkotika dan mengabaikan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
“Sesungguhnya istilah perang bukanlah pengertian yang tepat untuk rangkaian tindakan melawan narkotika. Dalam peperangan sekalipun, segala upaya perlu dilakukan untuk melindungi korban sampingan,” terang Daniel Awigra dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Kamis (8/9)
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penghapusan Hukuman Mati di ASEAN (CADPA), kata dia, menyadari betul maraknya peredaran gelap narkotika di Asia Tenggara. Selain merapuhkan cita masyarakat secara luas, narkotika juga mengancam dan merusak generasi muda bangsa.
CADPA mendukung penuh upaya negara-negara dalam mengatasi kejahatan narkotika, termasuk menjatuhkan hukuman yang setimpal terhadap para pelaku penyebabnya dan kemungkinan penegak hukum yang terlibat di dalamnya. Namun, upaya tersebut hendaknya tidak dibarengi dengan cara-cara yang mengabaikan hak asasi manusia.
Mengatasi kejahatan narkotika, lanjut Daniel, harusnya didasarkan pada bukti-bukti ilmiah dan kesehatan masyarakat. Terdapat cara-cara yang bisa negara-negara terapkan dalam mengatasi persoalan kejahatan narkotika, misalnya dengan memperluas akses rehabilitasi bagi pecandu narkotika dan mengkaji ulang kebijakan kriminalisasi pengguna narkotika untuk mengurangi tingginya populasi di penjara.
Hukuman mati dan extra-judicial killings (pembunuhan diluar pengadilan) juga rentan menghilangkan nyawa orang yang tidak bersalah. Di samping itu, hukuman mati telah terbukti tidak meniadakan tindakan ataupun menurunkan angka kejahatan narkotika.
Dewasa ini terdapat fakta yang menunjukkan adanya tren yang mengkhawatirkan di wilayah Asia Tenggara dalam hal negara-negara menyelesaikan kejahatannya.
Terlebih, kawasan ini adalah kawasan yang rentan khususnya bagi kelompok buruh migran yang rentan dieksploitasi menjadi korban sampingan sindikat kejahatan narkotika. Mary Jane Veloso, Merri Utami dan Rita Krisdianti adalah wajah buruh migran perempuan korban perdagangan manusia dan peredaran gelap narkotika.
“Seharusnya, yang negara-negara lakukan adalah menghentikan kejahatan dan bukannya menghentikan kehidupan,” demikian Daniel.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby