Jakarta, Aktual.com – Mantan kepala daerah yang pernah menjadi koruptor dan diberikan kesempatan untuk kembali mencalokan diri mengikuti Pilkada sebaiknya tidak diwacanakan dalam bentuk undang-undang karena melanggar norma dan tidak beretika.

“Terpidana korupsi yang pernah jadi kepala pemerintahan mau dipilih kembali sebagai kepala daerah dalam Pilkada serentak itu sama saja dengan kita menyuruh kucing menjaga ikan,” kata ketua komisi A DPRD Maluku, Melkias Frans di Ambon, Sabtu (10/9).

Sehingga wacana membuat sebuah rancangan undang-undang yang mengatur masalah seperti ini sebaiknya ditolak.

Menurut dia, hak-hak lain dari seorang bekas terpidana kasus korupsi boleh dilindungi, tetapi bagaimana mau jadi kepala daerah.

“Bagaimana kalau menerapkan manajemen pemerintahan kepada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan masyarakat. Malu dong sebagai pejabat minimal dia harus bersih,” ujar Melkias.

Lain halnya kalau seseorang itu baru sebatas berstatus sebagai tersangka, maka dia boleh mengikuti Pilkada karena belum dihukum, tetapi kalau sudah jadi terpidana, maka wacana seperti ini sebaiknya tidak usah diputuskan dalam bentuk undang-undang.

“Yang namanya wacana itu boleh-boleh saja, termasuk memberikan peluang bagi mantan terpidana korupsi kembali menjadi calon kepala daerah.Namun, wacana seperti ini tidak perlu sampai direalisasikan dalam bentuk undang-undang, karena secara pribadi maupun anggota DPRD itu pelanggaran terhadap etika dan norma,” tandasnya.

Kemudian untuk calon kepala daerah petahana diwajibkan mengambil cuti itu lebh tepat agar tidak menggunakan fasilitas negara dan abdi sipil negara (ASN) yang memilih atau ada alasan perjalanan dinas padahal dalam rangka kampanye politik.

“Bila tetap dipertahankan posisi jabatannya untuk menyelenggarakan pemerintahan secara langgeng, omong kosonglah kalau dia tidak menggunakan kekuatannya untuk bergerak, tetapi kalau cuti tiga bulan ya dikendalikan oleh orang lain, tidak menggunakan fasilitas negara,” tegas Melkias.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Eka