Ratusan aktivis yang tergabung dalam Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (Prodem ) melakukan aksi menolak Reklamsi Teluk Jakarta dan Teluk Benoa di kantor Kemenko Maritim, Jakarta, Jumat (16/9/2016). Dalam aksinya selain Tolak Reklamasi Teluk Jakarta Prodem mendesak Presiden Jokowi untuk mencopot Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan dan menangkap Gubenur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok).

Jakarta, Aktual.com – Peneliti Koalisi Rakyat untuk Perikanan (Kiara), Farid Ridwanuddin, menegaskan bahwa Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT yang diketok tanggal 31 Mei 2016 bersifat mengikat secara hukum.

Putusan PTUN tentang megaproyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta itu memerintahkan kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sekalu Gubernur DKI Jakarta untuk menunda pelaksanaan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 2238 tahun 2014.

SK 2238/2014 merupakan keputusan Ahok dalam memberikan izin pelaksanaan reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra.

“Putusan PTUN itu putusan yang mengikat secara hukum. Dengan dilanjutkannya proyek reklamasi Pulau G itu menunjukkan dari sekian banyak pelanggaran, negara justru menjadi pelanggar terhadap HAM,” tegas Farid di Kantor LBH Jakarta, Jakarta Pusat, Jumat (16/9).

Berbicara dalam konferensi pers tentang Somasi Terbuka untuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Farid menyatakan bahwa melanjutkan megaproyek reklamasi juga melanggar hak asasi manusia.

Berlaku demikian sebab proyek tersebut merampas ruang hidup nelayan di Teluk Jakarta. Semestinya masyarakat utara Jakarta tetap mendapatkan penghidupan yang layak. Yakni dengan bisa mendapatkan akses yang baik dan sehat terhadap lingkungan hidup.

“Intinya, selain melanggar hukum juga melanggar HAM juga merampas HAM. Keputusan dilanjutkannya reklamasi Pulau G, itu membatasi ruang gerak nelayan dalam mencari ikan, ada pelangagran hak pekerjaan nelayan, hak lingkungan yang hidup bersih dan baik,” ucap Farid.

Laporan: Soemitro

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby