Pengamat INDEF, Enny Sri Hartati (kanan) dan Anggota DPR F-Partai Golkar, Misbakhun (kiri) saat diskusi dialektika demokrasi dengan tema Tax Amnesty, Jangan Seperti “Tak Ada Akar, Rotan Pun Jadi” di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/9). Dana tebusan dari kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) yang didapatkan baru mencapai Rp 2 triliun. Angka itu masih jauh dari target sebesar Rp 165 triliun. Pemerintah disarankan mengubah strategi sosialisasi. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com-Kebijakan sejumlah lembaga keuangan di Singapura yang mengancam akan melaporkan warga negara Indonesia ke penegak hukum bila melakukan repatriasi aset dinilai sebagai upaya untuk menggagalkan program tax amnesty.

“Alasan Singapura bahwa mereka menerapkan aturan bahwa para nasabah penyimpan uang yang akan mentransfer uangnya ke Indonesia dalam rangka tax amnesty harus melaporkan kepada pihak otoritas tentang asal usul harta dan aset yang mereka punya ini sebuah upaya pihak perbankan Singapore untuk menggagalkan program tax amnesty,” ujar Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun saat dihubungi, Jumat (16/9).

Menurut politisi Partai Golkar ini ia sejak awal sudah menduga Singapura tidak akan tinggal diam dengan kebijakan tax amnesty yang diterapkan oleh Presiden Joko Widodo.

“Fakta tersebut makin memperkuat dugaan awal kita bahwa Singapura memang sangat kuatir dengan program tax amnesty di Indonesia karena akan mempengaruhi perekonomian mereka,” tegasnya.

Pasalnya kebijakan ini jika dilakukan oleh warga Indonesia yang menyimpan uang di lembaga keuangan Singapura akan berdampak pada likuiditas.

“Walaupun ini merupakan tindakan pihak perbankan secara individual dan bukan kebijakan pemerintah Singapore secara resmi tapi ini sebuah preseden yang secara sistematis bisa mengganggu program tax amnesty yang saat ini sedang memasuki fase dan periode waktu yang kritis dan krusial. Menjadi periode kritis bagi penerimaan uang tebusan tax amnesty karena masih jauh dari target yang direncanakan,” tegasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang