Jakarta, Aktual.com – Presiden Pertama Timor Leste, Xanana Gusmao, mengapresiasi kegiatan yang dipelopori Dino Patti Djalal selaku founder Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI). Acara FPCI mengangkat tajuk Conference on Indonesian Foreign Policy 2016 : Finding Indonesia’s Place In The Brave New World. Puluhan pembicara dari dalam dan luar negeri dihadirkan dalam kegiatan tersebut.
“Saya kagum, karena anak muda Indonesia mau mengerti apa peran kalian diwaktu yang akan datang. Itu perlu kerja keras, pertama dipikiran,” kata Xanana disambut tepuk tangan ribuan peserta FPCI di The Kasablanka Mall, Mall Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Sabtu (17/9).
Xanana bersanding dengan Presiden Republik Indonesia Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam kesempatan itu. Dino Patti Djalal duduk sebagai moderatornya. Xanana dan SBY menjadi pembicara yang oleh panitia dihadirkan di sesi Closing Plenary Session. Tema yang dibicarakan adalah A Conversation with World Leaders on the State of the World.
“Saya tahu, bahwa dari tadi pagi sampai sekarang ada yang belum makan dan minum, bagus! Ini penting sekali,” kata Xanana, masih dalam pengantarnya.
Pada awal pertanyaan, Dino meminta penjelasan kenapa seorang Xanana yang berangkat dari negara kecil berpenduduk sekitar 1 juta jiwa mau mengorbankan waktu dan tenaganya di negara lain. Misalnya dengan aktif melakukan diplomasi di Afganistan dan Afrika.
“Apa yang membuat bapak begitu aktif untuk mencoba mendamaikan konflik di dunia dan menurut Bapak Xanana apa yang bapak khawatirkan situasi dunia ini, apakah semakin aman atau semakin tidak aman saat ini?,” tanya Dino.
“Sebagai respon Pak Dino, dunia ini bagaimana, itu tergantung pada sikap-sikap dan aksi-aksi pemuda Indonesia juga. Dunia ini sedang hancur,” jawab Xanana.
Dijelaskan, tatanan dunia ini sedang hancur paska perang dunia kedua. Setelah perang dunia kedua ada beberapa perang lanjutan di bagian negara lain. Salah satunya di Afganistan dan Afrika. Dirinya tergerak ke negara tersebut karena dalam pendiriannya konflik tidak akan menyelesaikan masalah.
Secara perlahan dan susah payah Xanana menanamkan benih perdamaian. Dan, secara perlahan pula pesannya diterima oleh sebagian besar masyarakat. Bahkan masyarakatnya sudah mulai belajar bagaimana menciptakan perdamaian dari hal-hal kecil.
“Kenapa saya sampai ke Afganistan, sampain ke Afrika, dimana Muslim dan Kristen saling bunuh? Saya bilang berhenti, berhenti, lalu saya kesana lagi mereka sudah mulai bagaimana menciptakan suatu suasana yang lebih soft,” tutur Xanana.
Menurutnya, sudah saatnya semua orang di dunia ini harus lebih peduli dan saling membantu satu sama lain. Ia lantas bercerita saat dirinya tiba di Indonesia dan mendapati salah satu program tv swasta nasional yang mengangkat tema kebersamaan, dirinya merasa kurang ‘sreg’.
Bukan apa-apa, mereka yang terlibat dalam nuansa kebersamaan, kepedulian sekaligus keindahan Indonesia dalam tema yang diangkat tersebut adalah warga negara asing yang tinggal di Indonesia.
“Saya disini, di Indonesia, kok semuanya indah. Kalian harus percaya diri, harus menjadi contoh bagi perdamaian, harus respect,” ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, mantan Perdana Menteri Timor Leste yang oleh sebagian orang disebut sebagai Nelson Mandela dari Asia Tenggara itu menyinggung keberadaan masyarakat sipil dalam suatu negara.
Masyarakat sipil hendaknya bersama-sama membantu terciptanya perdamaian dunia. Bukan sebaliknya, ikut menciptakan instabilitas dunia dengan berbagai aksinya.
“Saya minta civil society jangan teriak-teriak saja, bantu dong, partisipasi dong,” demikian Xanana.
Soemitro
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan