Jakarta, Aktual.com – Lamanya penentuan Menteri ESDM definitif oleh Presiden Jokowi memang menuai berbagai spekulasi di kalangan publik terutama bagi pihak yang berkepentingan secara langsung, namun berdasarkan sepengetahuan Dewan Energi Nasional (DEN) bahwa lamanya penetapan tersebut lantaran disebabkan Presiden Jokowi mengalami kebingungan.
Anggota DEN, Syamsir Abduh menuturkan bahwasanya Presiden Jokowi dihadapkan dengan banyak bisikan nama dari orang-orang disekelilingnya. Kemudian dengan kompleksnya kepentingan sektor ESDM membuat Jokowi butuh waktu yang lama untuk mempertimbangkan secara matang berbagai tarik menarik kepentingan yang ada.
“Rupanya dalam pemilihan itu ternyata Presiden dihadapkan beberapa hal diantaranya banyaknya rekomendasi, sehingga dia jadi bingung memilih. Kemudian disebabkan tingginya tingkat kompleksitas kepentingan pada sektor ini. ESDM kan strategis, kontribusi ke APBN juga cukup besar sekitar 30 persen, walaupun akhir-akhir ini cendrung turun. Jadi banyak persoalan disitu, sehingga presiden cukup lama dalam memutuskan siapa menteri definitifnya,” kata Syamsir Abduh kepada Aktual.com di Gedung Dewan Pers Jakarta, Minggu (18/9).
Kemudian berkaitan dengan tantangan menteri ESDM definitif kedepan menurutnya harus mampu bersinergi dengan lembaga legislatif untuk menuntaskan masala krusial yaitu UU Migas dan UU Minerba.
“Tantangan menteri ESDM kedepan yakni bagaimana bermitra dengan DPR untuk menyelsesaikan berbagai persoalan payung hukum baik Migas maupun Minerba. Jadi pengelolaan ESDM jangan menjadi liberal,” tandasnya.
Sebelumnya, Archandra Tahar diangkat sebagai Menteri ESDM bersama dengan sejumlah menteri lainnya dengan berdasarkan pada Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83/P Tahun 2016 tentang Penggantian Beberapa Menteri Negara Kabinet Kerja Periode 2014-2019.
Arcandra terhitung diangkat sebagai Menteri ESDM tanggal 27 Juli 2016. Belum genap tiga minggu menjabat, dirinya diberhentikan dengan hormat pada tanggal 15 Agustus dan berlaku efektif mulai Selasa, 16 Agustus 2016 karena tersandung kasus kewarganegaraan ganda.
(Laporan: Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka