Jakarta, Aktual.com – Komisi VII DPR masih menunggu langkah pemerintah dalam pembahasan Revisi UU Migas yang kini ‘mogok’ ditengah jalan. Padahal, regulasi terkait sektor migas tersebut sangatlah mendesak lantaran berpengaruh pada pendapatan negara.
Anggota Komisi VII DPR RI Aryo Djojohadikusumo mengungkapkan, sewaktu harga minyak mentah masih tinggi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor migas sangatlah besar. Contoh, pada tahun 2014 pendapatan negara mencapai Rp240 triliun lebih. Namun dengan anjloknya harga minyak, pendapatan negara hanya dikisaran Rp47 trilun saja.
“Jadi sangat anjlok. PNBP sektor migas besar, sangat penting dan mendesak kita perbaharui RUU Migas karena berpengaruh di pendapatan negara,” ujar Aryo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/9).
Aryo mengatakan, salah satu alasan perlunya revisi tersebut yakni status SKK Migas, tetapi dampak reshuffle kabinet sempat menghentikan pembahasan tersebut. Apalagi terjadi kekisruhan terkait menteri ESDM.
“Sampai saat ini masih belum jelas, jadi pembahasan belum bisa jalan sebelum menteri ESDM-nya jelas,” jelas Politikus Partai Gerindra itu.
Meskipun, lanjut Aryo, SK pengangkatan Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Plt menteri ESDM wewenangnya setara dengan menteri, namun kelanjutan pembahasan belum terlaksana.
“Sebetulnya bisa membahas tapi banyak yang beliau pikirkan. Sehingga sekarang memang belum ada update kedepan,” katanya.
Aryo menambahkan, belum lagi pengaruh kebijakan pemerintah yang saat ini merencanakan holding-holding BUMN yang akan berdampak pada sektor migas.
“Sehingga kita mau bahas saja pemerintahnya belum siap. Ya beginilah dampak ketidakjelasan pemerintah,” tandasnya.
*Nailin
Artikel ini ditulis oleh: