Ketua Pansus Pelindo II DPR Rieke Diah Pitaloka (kanan) bersama dengan Wakil Ketua Pansus Pelindo II Aziz Syamsuddin (kiri) melakukan pertemuan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Kantor BPK, Jakarta, Senin (16/11). Pertemuan tersebut bertujuan untuk meminta hasil audit investigasi BPK terkait permasalahan di Pelindo II, diluar pengadaan barang yang sekarang prosesnya sudah dalam penanganan kepolisian dan KPK. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/kye/15

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi VI DPR asal Fraksi PDIP, Rieke Dyah Pitaloka menyebut, pemerintah jangan sampai tergesa-gesa mencari utangan baru hanya untuk menutup bayar bunga utang.

Justru pemerintah mestinya mau menghitung kembali piutang negara baik itu dari pajak atau piutang lainnya.

“Saya mendukung agar Menkeu (Menteri Keuangan Sri Mulyani) tak tergesa-gesa melakukan utang baru untuk bayar bunga utang,” papar Rieke, kepada Aktual.com, Kamis (22/9).

Menurut Rieke, dari data yang ada, pemerintah harus bayar utang luar negeri Rp156 triliun untuk tahun 2015 lalu atau sekitar13,8 persen dari komposisi realisasi belanja pemerintah pusat.

“Jadi maksimalkan dong piutang yang ada. Dari data yng saya terima, piutang bank yang dilikuidasi sekitar Rp10 triliun dan piutang bruto ex BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) kurang lebih Rp76 triliun,” tegas dia.

Belum lagi piutang-piutang pajak lainnya, yang berdasar Lapiran Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2015 masih cukup banyak.

Antara lain, piutang pajak atas pengenaan sanksi administrasi berupa bunga dan denda seperti pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum menagih sanksi administrasi atas keterlambatan penyampaian SPT tahunan sebesar Rp367 miliar. Juga menagih sanksi administrasi bunga atas pembayaran PPh, PPN dan PPNbM yang melewati jatuh tempo sebesar Rp8,12 triliun.

“Itu jumlahnya besar. Bahkan masih banyak lagi piutang pajak lainnya. Juga perlu mengejar utang pajak dan royalti dari PMA yg ada di Indonesia. Makanya pemerintah perlu membongkar strategic transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asing itu,” tandas dia.

Menurutnya, itu adalah potensi piutang yang besar. Jadi artinya, hal itu bisa dikejar jangan hanya melakukan program tax amnesty yang hanya mengejar wajib pajak kecil atau malah mencari utangan baru.

“Jika itu dioptimalkan, kas negara tidak defisit. Sehingga ujungnya tak ada lagi penotongan anggaran baik itu terhadap kementerian/lrmbaga maupun daerah. Padahal mereka itu berontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi,” cetus Rieke.

(Reporter: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka