Jakarta, Aktual.com – Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia, dr Marius Wijaya meminta agar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tidak mengintervensi aparat penegak hukum dalam pengusutan kasus peredaran vaksin palsu, yang tengah ditangani Bareskrim Mabes Polri.

“Saya sangat tidak setuju bila IDI menekan-nekan aparat, dengan menyatakan membela mati-matian dokter yang tersangkut vaksin palsu,” kata Marius, saat dihubungi wartawan, ditulis Jumat (23/9).

Dikatakan dia, sebagai organisasi kedokteran, seharusnya IDI tidak bersikap yang cenderung menujukan keberpihakannya dengan membela para dokter yang telah menjadi tersangka pada kasus tersebut.

“Dokter juga manusia, bukan malaikat, kalau ada yang salah yang silakan diproses, biarkan polisi, jaksa bekerja hingga ke pengadilan,” ucap Marius lagi.

Sebab, sambung dia, IDI hanyalah sebuah organisasi profesi tidak berhak menyatakan seorang dokter salah atau benar.

“IDI itu sama dengan yayasan konsumen seperti kami, NGO. Organisasi profesi, tidak berhak memutuskan, yang berhak memutuskan etik itu, Konsil Kedokteran Indonesia,” tandasnya.

Sempat diberitakan sebelumnya, sejumlah dokter dijadikan tersangka dalam kasus peredaran vaksin palsu. Pada kasus itu, IDI pernah menyatakan, akan membela mati-matian para dokter tersebut.

Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Prof. Ilham Oetomo Marsis mengungkapkan, ketiga dokter itu merupakan anggota IDI yang harus dibela.

“Karena bagaimana pun juga mereka tetap anggota kami, Ikatan Dokter Indonesia,” ujar Ilham, Juli 2016 silam.

IDI, kata dia, menekankan asas praduga tak bersalah kepada para dokter itu. “Kami tidak boleh langsung katakan dia bersalah. Dan sepanjang dia belum dinyatakan bersalah, itu kewajiban kami untuk melakukan pembelaan,” ungkap Ilham.

Sekadar diketahui, kasus vaksin palsu mandek. Total ada 25 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus peredaran vaksin Palsu, sejak Juli 2016.

Puluhan tersangka itu merupakan produsen, distributor, pengepul botol vaksin bekas, pencetak label vaksin palsu, dokter dan bidan.

Kasus itu terbagi dalam empat berkas. Pada berkas pertama terdiri dari tujuh tersangka yaitu Rita Agustina, Hidayat Abdurrahman, Sutarman, Mirza, Suparji, Irna, dan Irmawati. Berkas kedua, terdiri dari Sugiarti, Nuraini, Ryan, Elly, Syahrul, dokter I, dokter Harmon, dokter Dita. Sementara itu, dalam berkas ketiga isinya tersangka Agus, Thamrin, Sutanto, dan dokter HUD.

Berkas keempat, terdiri dari Syahfrizal, Iin, Seno, M Farid, dokter Ade, dan Juanda.

Novrizal Sikumbang

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang
Arbie Marwan