Jakarta, Aktual.com – Menjelang peninjauan kembali harga baru BBM yang akan dilakukan pemerintah pada awal Oktober ini, membuat banyak pihak merasakan cemas dan tegang serta menduga-duga akan langkah yang diputuskan oleh Kementerian ESDM.
Namun Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro berharap agar pemerintah melakukan analisa yang komperhensif dan mencermati dari aspek kemampuan daya beli di masyarakat.
Kendatipun dia menyadari bahwa penetapan harga merupakan sepenuhnya kewenangan pemerintah, akan tetapi dia berpandangan kondisi harga tidak akan mengalami perubahan yang signifikan.
“Ini menjadi domain penerintah dan dampaknya saya kira masih relatif dapat dikendalikan. Kalaupun ada penurunan, maka perlu dilihat apakah efektif untuk menggerakkan ekonomi, itu yang harus dipastikan,” katanya kepada Aktual.com Rabu (28/9).
Sementara mantan Ketua Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas, Faisal Basri menyatakan hasil analisanya bahwa harga BBM tidak layak utuk dinaikkan.
Dari variabel komponen yang mempengaruhi neraca harga, dia melihat semua faktor yang ada, tidak satupun yang menjadi pemicu kenaikan harga. Bahkan menurutnya, harga BBM lebih layak untuk diturunkan.
“Kemungkinan harga BBM dinaikan sangat kecil karena tiga komponenya membaik semua, dalam artian harga minyak dunia masi dibawah USD 50 per barel, bahkan mendekat USD 40 per barel. Kemudian nilai tukar rupiah menguat, sekarang sudah kisaran Rp13 ribu. Inflasi juga dibawah 3 yaitu 2,8. Jadi tiga faktor utama itu membaik semua. Jadi kecil kemungkinan harga BBM akan naik, bahkan harusnya diturunkan,” kata Faisal.
(Laporan: Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka