Ketua Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AM Fatwa menjawab wartawan saat menyambangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sabtu (17/8). AM Fatwa mengaku merasa terpukul bila benar mengenai kabar penangkapan Irman Gusman tersebut, dan kedatangannya untuk konfirmasi operasi tangkap tangan empat orang yang salah satunya Ketua DPD Irman Gusman, satu anggota DPD lainnya dan dua orang pihak swasta. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com – Mantan ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman membantah punya kewenangan untuk menentukan kuota gula impor di Sumatera Barat dan mengaku hanya ingin menjadikan harga gula normal.

“Saya tidak punya kewenangan, saya tidak berpengaruh saya hanya mengartikulasikan harga di Padang itu waktu saya kunjungan kerja tinggi, Rp16.000 harusnya Rp14.500. Tugas sebagai anggota Dewan itu yang saya laksanakan,” kata Irman saat dipanggil sebagai saksi di gedung KPK Jakarta, Selasa (4/10).

Irman diperiksa untuk tersangka Memi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengurusan kuota gula impor yang diberikan oleh Bulog kepada CV Semesta Berjaya tahun 2016 untuk Provinsi Sumatera Barat. Irman juga sudah menjadi tersangka dalam kasus ini.

Pemeriksaan Irman sebagai saksi adalah pertama kalinya setelah ia diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 17 September 2016.

“Ya itu kan di Padang lagi ada krisis gula ya, harga tinggi, sebagai wakil rakyat tentu saya harus membantu rakyat supaya harganya itu jadi normal,” ungkap Irman yang berasal dari daerah pemilihan Sumatera Barat itu.

Agar harga normal, maka Irman pun menelepon Direktur Utama Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Djarot Kusumayakti dan menyampaikan kondisi harga gula itu. Saat itu Djarot menyatakan untuk menekan harga gula, maka rman harus memiliki mitra yang dapat menyalurkan gula ke Sumbar.

Namun karena tambahan gula yang dibutuhkan skalanya kecil maka Irman menghubungi Memi yang merupakan istri Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto. sehingga CV Semesta Berjaya menjadi mitra Bulog untuk urusan pendistribusian di Sumbar.

“Saya tidak ada hubungan dengan Sutanto ya,” tegas Irman.

Imran mengaku hanya mengenal istri Sutanto yaitu Memi yang pernah menjadi rekan bisnisnya.

“Dia (Memi) pernah membeli tanah dimana saya sebagai pendirinya,” ungkap Irman.

Sehingga Irman pun membantah mendapatkan komisi untuk setiap kilo gula yang dialokasikan untuk CV Semesta Berjaya, termasuk ia tidak mengetahui bahwa Memi membawa bungkusan berisi Rp100 juta ke rumahnya pada 17 September itu.

“Tidak ada, tidak ada persenan. Tentang bungkusan saya tidak tahu sama sekali, ada bingkisan orang datang saya mau bilang apa kan? Karena dia (Memi) daerah pemilihan saya,” tambah Irman.

Rp100 juta Kedatangan Xaveriandy dan Memi ke rumah Irman adalah untuk memberikan Rp100 juta kepada Irman yang diduga sebagai “ucapan terima kasih” karena Irman memberikan rekomendasi kepada Bulog agar Xaverius dapat mendapatkan jatah untuk impor tersebut.

Irman Gusman disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Xaverius dan Memi juga diduga menyuap jaksa Farizal yang menangani perkara dugaan impor gula ilegal dan tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) seberat 30 ton dimana Xaverius merupakan terdakwanya.

Uang suap yang diberikan kepada Farizal adalah sebesar Rp365 juta dalam empat kali penyerahan, sebagai imbalannya, Farizal dalam proses persidangan juga betindak seolah sebagai pensihat hukum Xaverius seperti membuat eksekpsi dan mengatur saksi saksi yang menguntungkan terdakwa.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid