Presiden Joko Widodo bersama Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyapa para pengunjung Pasar Tanah Abang, Jakarta, Jumat (9/9). Kedatangan Jokowi dan Duterte ini disambut riuh pengunjung Tanah Abang. Kunjungan ini kemudian dilanjutkan dengan pertemuan bilateral di Istana Negara. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Manila, Aktual.com – Presiden Filipina Rodrigo Duterte, mengungkapkan kemarahannya kepada Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama dengan mengusirnya jauh-jauh dari Filipina. Kemarahan Duterte tidak lepas dengan kebijakan AS yang menolak menjual senjata militer ke negaranya.

Filipina, kata dia, Selasa (4/10), tidak peduli dengan penolakan AS menjual senjata ke negaranya. Sebab masih ada negara yang bersedia memasok senjata militer ke Filipina seperti Rusia dan China.

Saat ini, Duterte tengah menyusun kembali kebijakan luar negerinya dengan Amerika Serikat karena negara adidaya tersebut telah mengecewakan Filipina. Dan, pada saatnya Filipina akan menyampaikan penegasannya putus hubungan dengan Amerika.

“Saya akan putus dengan Amerika,” kata dia.

Dalam pidatonya di Manila, Duterte mengatakan bahwa Amerika enggan menjual peluru kendali dan persenjataan lainnya ke Filipina. Karena masalah itu pula, dirinya menjalin komunikasi dengan Rusia dan China, dan kedua negara tersebut menyatakan kesediaannya memasok persenjataan ke Filipina jika diperlukan.

“Walaupun ini mungkin terdengar kotor bagi Anda, saya memiliki tugas mulia untuk menjaga integritas republik ini dan kesehatan rakyat,” ucapnya.

“Kalau Anda tidak mau menjual senjata, saya akan berpaling ke Rusia. Saya sudah mengirim beberapa jenderal ke Rusia, dan Rusia mengatakan ‘tidak usah khawatir, kami punya semua yang kalian perlukan dan kami akan memberikannya kepada kalian’,” sambung Duterte.

China, disampaikan dia bahkan siap memberikan sambutan jika Filipina datang.

Di Washington, para pejabat AS tidak memperdulikan pernyataan Duterte. Komentar-komentar pedas Duterte ‘bertentangan’ dengan hubungan hangat dan pertemanan Filipina-AS yang telah terjalin selama puluhan tahun terakhir.

“Pada saat kami menjaga pertemanan kuat ini, pemerintah dan Amerika Serikat tidak akan ragu untuk menyuarakan keprihatinan kita terhadap pembunuhan semena-mena,” kata jubir Gedung Putih, Josh Earnest, mengenai taktik Duterte terkait obat-obatan terlarang.

Pada hari Minggu sebelumnya, Duterte mengatakan Amerika seharusnya mendukung Filipina dalam memerangi masalah kronis negaranya menyangkut peredaran obat-obatan terlarang. Namun yang terjadi menurut dia justru sebaliknya, AS dengan Uni Eropa, malah mengkritik Duterte atas tingginya jumlah orang yang tewas.

“Bukannya membantu kita, yang pertama melancarkan kritik justru Departemen Luar Negeri. Jadi, pergi sana ke neraka, Bapak Obama, pergi ke neraka,” kata dia.

“Uni Eropa, kalian lebih baik pilih penyucian diri. Neraka sudah penuh. Kenapa saya harus takut kepada kalian?,” lanjut Duterte.

Ia juga mengungkapkan rasa emosinya karena Amerika belum pernah bersikap sebagai teman bagi Filipina sejak ia terpilih sebagai Presiden pada Mei lalu. Yang ada, selama ini Amerika disebutnya hanya mencerca Presiden negara lain di depan masyarakat internasional.

“Ini yang sekarang akan terjadi, saya akan menyusun kembali kebijakan luar negeri saya. Pada akhirnya, pada masa saya mungkin saya akan putus dengan Amerika,” demikian Duterte. (Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara