Ribuan buruh dari beberapa elemen buruh melakukan aksi long march ke Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (29/9/2016). Dalam aksinya ribuan buruh menolak UU Tax Amnesty karena bertentang dengan UUD dan merugikan negara, selain ke Istana ribuan buruh melakukan aksinya di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendesak MK membatalkan UU Tax Amnesty.

Jakarta, Aktual.com – Periode pertama program pengampunan pajak (tax amnesty) diklaim pemerintah berhasil karena ada deklarasi dana mencapai Rp3.600-an triliun. Namun sebetulnya, jika diteliti justru program ini gagal merepatriasi dana-dana yang ada di dalam negeri.

Padahal tujuan utama amnesti pajak adalah untuk merepatriasi dana agar bisa menjadi pembiayaan proyek-proyek infrastruktur dan sektor riil.

“Makanya di periode kedua ini, tax amnesty harus bisa menggenjot repatriasi dana, agar program ini bisa disebut berhasil,” ujar anggota Komisi XI DPR, Nurdin Tampubolon, di Jakarta, Rabu (5/10).

Untuk itu, kata dia, tugas pemerintah adalah harus bisa meyakinkan pemilik dana dan pengusaha itu agar ada keyakinan bisa berjalan aman. Sehingga bukan lagi sebuah jebakan, sekaligus juga bisa meningkatkan nasionalisme dari pemilik dana yang selama ini memarkir dananya di luar negeri.

“Karena tax amnesty ini kan sebuah kebersamaan kita sebagai bangsa Indonesia dan agar pemerintah juga semakin berwibawa dan disegani di mata dunia,” cetus Nurdin.

Karena bagaimana pun juga, sana deklarasi yang banyak memang penting sebagai basis pajak selanjutnya, tapi yang lebih penting lagi adalah meningkatkan repatriasi dana.

“Selama ini pemerintah katanya butuh dana sekarang untuk bangun infrastruktur. Jadi kalau repatriasi itu banyak, maka bisa diarahkan untuk membiayai infrastruktur sekaligus di-lock dalam waktu yang lama,” papar dia.

Jadi pemerintah, tak bisa hanya mengikuti proses periode kedua tanpa memiliki target. Justru di periode saat ini mesti ditargetkan seberapa banyak dana di luar negeri bisa direpatriasi.

Meskipun tarifnya jadi 3%, kata dia, masih mungkin para wajib pajak (WP) besar untuk ikut. Selama ini mereka enggan repatriasi, karena masih melihat-lihat dulu apakah kondisinya nyaman sesuai dengan UU Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau memang masih ada hal-hal yang tidak sesuai dengan UU ity.

“Tapi menurut saya, masih akan signifikan lagi WP pengusaha baik yang mau deklarasi dekarasi sekaligus repatriasi di periode kedua,” ucap Ketua Fraksi Hanura ini.

Makanya, kata dia, dari pihak pemerintah sendiri harus bisa meyakinkan para WP besar itu. Mengingat negara-negara yang selama ini menyimpan dana orang Indonesia seperti Singapura, masih terus menghalang-halangi dengan memberikan banyak insentif, agar dana itu tidak pergi.

“Tapi sekarang, saatnya (para pengusaha) berbakti dan mau menunjukkan jiwa nasionalisme sebagai orang Indonesia untuk ikut membangun bangsa ini dengan merepatriasi dananya,” jelas dia.

Periode pertama tax amnesty sendiri dengan tarif tebusan sebesar 2% berakhir 30 September 2016 lalu. Kini, mulai 1 Oktober-31 Desember 2016, mulai periode kedua dengan tarif tebusan 3% atau 6% untuk deklarasi luar negeri yang tidak merepatriasi dananya.

Hingga awal periode kedua ini, dari deklasi dananya mencapai Rp3.621 triliun, tapi ternyata sebesar Rp2.533 triliun atau sebanyak 70% adalah deklarasi dalam negeri. Sedang deklarasi luar negeri hanya sebesar Rp951 triliun atau sekitar 26%, serta dana repatriasinya cuma sebanyak Rp137 triliun alias 4% dari total deklarasi.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka