Presiden Joko Widodo - Program Tax Amnesty. (ilustrasi/aktual.com)
Presiden Joko Widodo - Program Tax Amnesty. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Nama-nama pengusaha atau wajib pajak (WP) besar yang melakukan deklarasi asetnya untuk ikut program pengampunan pajak (tax amnesty) cukup besar. Jumlah dana yang dideklarasikan mencapai Rp3.600-an triliun.

Namun dana yang dideklarasikan di luar negeri sekaligus repatriasi masih rendah, tercatat masing-masing hanya sekitar Rp900-an triliun dan Rp130-an triliun. Hal ini menjadi tanda tanya publik. Jangan-jangan data nama-nama pengusaha yang selama ini diklaim pemerintah bohong belaka.

“Jika begitu, berarti memang nama-nama pengusaha yang katanya dikantongi pemerintah bohong dong. Kalau ada kejar dong pengusaha yang ada di luar negeri itu agar ikut tax annesty sekaligus repatriasi,” papar Sekjen FITRA, Yenny Sucipto, di Jakarta, Rabu (5/10).

Padahal mestinya, kata dia, jika pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla mau semakin dipercaya publik dan rakyatnya maka jujur saja dan transparan ke publik terkait nama-nama pengusaha yang dikantongi itu.

Sehingga publik pun jadi ikut mengawasinya apakah pengusaha tersebut ikut tax amnesty atau tidak.

“Jangan-jangan memang, selama ini pemerintah hanya klaim saja sudah mengantongi beberapa nama pengusaha,” cetusnya.

Karena sampai saat ini pun, buktinya pemerintah enggan untuk mempublikasikannya. “Berarti kan memang ada dusta di antara kita, antara pemerintah dan rakyatnya,” papar Yenny.

Yang ada di periode pertama tax amnesty, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati malah banyak mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Menteri Keuangan secara sporadis. Bahkan PMK yang baru pun kerap direvisi lagi.

“Itu kan tandanya pemerintah tidak serius dengan program tax amnesty-nya sendiri. Ditambah lagi kemudian pemerintah justru menyasar WP kecil para UMKM di dalam negeri,” tegas dia.

Untuk itu, di periode dua yang dimulai 1 Oktober hingga 31 Desember 2016 dengan tarif tebusan 3 persen itu, pemerintah harus fokus untuk mengejar repatriasi dana. Kalau perlu, jalin kerja sama secara G (government) to G (government) dengan negara-negara yang selama ini banyak menyimpan dana-dana orang Indonesia.

“Apalagi memang amanat dari UU ini agar berjalan efektif terhadap repatriasinya perlu melakukan kerja sama G tp G. Seperti dengan Singapura agar proses repatriasinya sendiri berjalan efektif,” pungkas dia.

Periode pertama tax amnesty dengan tarif tebusan sebesar 2% sendiri sudah berakhir 30 September 2016 lalu. Kini, mulai 1 Oktober-31 Desember 2016, waktu periode kedua dengan tarif tebusan 3% atau 6% untuk deklarasi luar negeri yang tidak merepatriasi dananya.

Hingga awal periode kedua ini, dari deklarasi dana yang mencapai Rp3.621 triliun, tapi ternyata sebesar Rp2.533 triliun atau sebanyak 70% adalah deklarasi dalam negeri. Sedang deklarasi luar negeri hanya sebesar Rp951 triliun atau sekitar 26%, bahkan dana repatriasinya cuma sebanyak Rp137 triliun alias 4% dari total deklarasi.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh: