Jakarta, Aktual.com – Pengamat politik Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, mengatakan, ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta mensyaratkan keterpilihan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur harus memperoleh suara lebih dari 50 persen.
Syarat itu tidak akan mudah diraih oleh salah satu pasangan calon yang akan bertarung dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Sehingga potensi Pilkada berlangsung dua putaran sangat besar.
Merujuk hasil survei terakhir oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dan Polmark Research Center (PRC), potensi dua putaran Pilkada DKI semakin kuat. Terutama jika jumlah dan komposisi peserta Pilkada yang ditetapkan oleh KPU DKI Jakarta pada tanggal 24 Oktober 2016 tidak mengalami perubahan, tetap diikuti oleh tiga pasangan calon.
Ketiga pasangan itu adalah pasangan Anies Baswedan – Sandiaga Uno, pasangan Agus Harimurti Yudhoyono – Sylviana Murni dan terakhir pasangan Basuki Tjahaja Purnama – Djarot Saiful Hidayat.
“Pertanyaannya, pasangan manakah yang akan tersingkir di putaran pertama? Mungkinkah itu pasangan petahana?,” kata Said kepada Aktual.com, Jumat (7/10).
Apabila disandarkan pada hasil survei PRC, lanjut dia, tidak mustahil pasangan petahana yang kelak akan duduk sebagai penonton di putaran kedua. Survei PRC menyebut dari 31,9 persen responden atau pemilih Ahok-Djarot ternyata hanya 23,2 persen saja dari mereka yang menyatakan sudah mantap akan memilih pasangan petahana.
Apabila data itu dibaca secara a contrario, artinya ada 8,7 persen pemilih petahana yang belum mantap untuk memilih pasangan tersebut alias masih mungkin ‘pindah ke lain hati’.
Tidak hanya itu, lanjut Said, elektabilitas Ahok-Djarot dari kalangan pemilih konsisten juga masih bermasalah. Pada Juli 2016 misalnya, pemilih yang mengaku sudah mantap memilih Ahok-Djarot tercatat 28,7 persen.
Akan tetapi, ketika dilakukan survei kembali pada awal Oktober, jumlah pemilih konsisten petahana menyusut 5,5 persen. Hal ini menggambarkan pemilih konsisten pun ternyata masih sangat labil.
“Dengan tipe pemilih yang masih mungkin ‘pindah ke lain hati’ dan pemilih kategori labil maka tentu akan sangat berat bagi petahana jika hanya mengandalkan 23,2 persen pemilih konsisten yang tersisa untuk masuk ke putaran kedua,” jelasnya.
Apalagi, yang disebut dengan pemilih konsisten pun ternyata masih bisa berubah. Oleh sebab itu bukan tidak mungkin pasangan Ahok-Djarot pada akhirnya selesai di putaran pertama, sehingga yang akan berhadapan di putaran kedua adalah pasangan Anies-Sandi dan Agus-Sylvi.
(Soemitro)
Artikel ini ditulis oleh: