Jakarta, Aktual.com – Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang juga ekonom dari UGM, Sri Adiningsih mengklaim menurunnya peringkat daya saing Indonesia, dikarenakan bukan karena pemerintah tak melakukan pembenahan.
Hal ini justru terjadi karena negara lain lebih cepat dalam melakukan pembenahan dalam daya saing itu. Shingga pembenahan yang dilakukan oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) jadi ketinggalan.
“Karena yang terjadi, di negara lain ternyata membenahi sistem di negaranya, seperti birokrasi, bekerjanya lebih keras dari kita. Makanya kita harus bekerja lebih keras lagi. Supaya daya saing kita meningkat,” ujar Sri kepada Aktual.com, di Jakarta, ditulis Sabtu (8/10).
Pernyataan Sri ini terkesan kontradiktif. Padahal di tempat yang sama, dia juga menyebutkan saat ini kondisi Indonesia sedang berada di tengah perlambatan dunia, dimana negara-negara ekonomi besar seperti China dan India sedang melambat, sehingga masuk dalam kondisi normal baru (new normal).
Dengan adanya kondisi normal ini, maka pertumbuhan ekonomi di dunia dan Indonesia kendati dicapai di angka rendah, masih dianggap hal yang wajar.
Apalagi, Sri juga menyebut, Jokowi itu sosok yang mau terus berbenah dengan cepat, buktinya Presiden mau melakukan deregulasi kebijakan dengan mengeluarkan paket kebijakan ekonomi dari 1-13.
“Presiden kita itu orangnya tidak sabaran, makanya ingin ada perubahan ekonomi yang lebih cepat. Paket kebijakan ke-13 sudah dikeluarkan. Karena kuta harus kerja cepat,” ungkap Sri.
Jadi menurutnya, wajar daya saing Indonesia di kancah dunia menurun, karena paket deregulasi kebijakan juga akan berdampak tidak dalam waktu singkat.
“Kita efektif baru membenahi itu 1,5 tahun. Jadi masih baru. Maka implementasinya itu perlu waktu. Dan itu tantangan kita,” jelas Sri Adiningsih.
“Jadi, paket kebijakan itu akan efektif pada tahun-tahun yang akan mendatang. Masih lama ya,” imbuhnya.
Saat ini, kata dia, yang perlu dilakukan secara mendesak adalah mengimplementasikan berbagai kebijakan tersebut. Untuk itu, koordinasi antara pusat dan daerah, harus lebih kuat lagi.
“Seperti di birokrasi. Pusat terus melakukan perbaikan dengan pelayanan cepat. Bagaimana dengan daerah? Karena ternyata selama ini dunia usaha masih mengeluh pelayanan birokrasi masih berbelit-belit,” tandasnya.
Memang Indonesia sendiri, berdasar rilis World Economic Forum (WEF) soal Global Competitiveness Index posisi Indonesia menurun dari peringkat 37 di tahun lalu menjadi peringkat 41 di tahun ini.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka