Jakarta, Aktual.com – Mahalnya harga gas dalam negeri membuat kalangan industri hilir berteriak, karena produk yang dihasilkan tidak bisa berkompetisi dengan produk luar yang memang didukung oleh biaya produksi yang rendah.
Anggota DPR-RI Komisi VII, Satya Widya Yudha menjelaskan permasalahan tingginya harga gas domestik selain disebabkan minimnya infrastruktur dan panjangnya rantai distribusi, namun juga disebabkan biaya pengembangan lapangan yang tinggi.
“Jangan bandingkan biaya lapangan on shore di daerah Arab dengan pengembangan lapangan kita yang rata-rata di off shore, tentu mereka lebih murah,” kata Satya, Minggu (9/10).
Namun lanjut Satya, Jangan berpikir para pelaku usaha untuk melakukan impor gas dan berharap mendapat harga yang murah, karena begitu sampai ke Indonesia, harga gas tersebut harus diselaraskan dengan harga domestik.
Upaya demikian karena Indonesia tidak menganut sitem melepaskan harga pada mekanisme pasar, serta sebagai bentuk pemerintah mengontrol harga. Kemudia, tindakan itu juga sebagai langkah antisipasi agar industri hulu tetap mampu berjalan.
“Jadi pengimpor itu jangan sampai punya pikiran kalau misalkan di luar negeri hargannya USD 2,2 ditambah cost kapal USD 1, jadi dia pikir sampai ke Indonesia harganya hanya cuma USD 3,2 itu nggak boleh. Dia harus datang ke Indonesia dengan diatur untuk menyelaraskan dengan harhaga gas domestik yang lain, karena kalau tidak, itu akan membunuh industri dalam negeri yang berbiaya mahal. itu maksudnya regulasi,” tandasnya.(Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Andy Abdul Hamid