Jakarta, Aktual.com – Seorang penulis buku Brili Agung sangat terusik atas bergulirnya polemik gubernur DKI Jakarta yang menyatakan warga DKI telah dibohongi menggunakan kitab suci umat Islam melalui surat Al Maidah ayat 51.

Ucapan calon petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tersebut menjadi bukti viral untuk memproses hukum Ahok atas dugaan tindak pidana penodaan agama yang sudah dilaporkan sejumlah masyarakat muslim Jakarta.

“Sebenarnya saya sudah malas untuk membahas hal ini. Namun nurani saya terusik saat pembela Pak Basuki berdalih tidak ada yang salah dengan kalimatnya,”

“Salah satu yang membuat saya heran adalah pernyataan Pak Nusron Wahid yang notabenya adalah tokoh NU,” kata Brili yang ditulisnya dalam blog briliagung.com pada Jumat (7/10) lalu.

Karena dirinya bukan ahli agama, maka Brili akan membedah pernyataan Ahok yang tersebar dalam situs elektronik YouTube tersebut dari sisi linguistik.

“Baik, dalam tulisan ini saya akan lebih difokuskan untuk membedah sisi linguistik, sisi kaidah bahasa yang beliau (Ahok) gunakan,” terang dia.

Berikut tulisan Brili Agung yang membedah pernyataan Ahok.

Ini adalah potongan kalimat beliau:
“Dibohongin pakai surat Al Maidah 51 macam-macam..”

Sengaja saya fokuskan pada kalimat yang menimbulkan polemik ini…” Saya sudah melihat keseluruhan video, dan memang masalahnya ada pada frasa ini.

Terjemahan versi sebagian besar orang: Pak Basuki menistakan surat Al Maidah. Al Maidah 51 dibilang bohong oleh Pak Basuki.

Terjemahan versi pembela Pak Basuki: Pak Basuki tidak menistakan Al Maidah 51. Dia menyoroti orang yang membawa surat Al Maidah 51 untuk berbohong.

Mari kita bedah dengan kepala dingin. Jika kita ubah kalimat di atas dengan struktur yang lengkap maka akan menjadi seperti ini:

“Anda dibohongin orang pakai surat Al Maidah 51” – Ini adalah kalimat pasif.

Anda: Objek

Dibohongin: Predikat

Orang: Subjek

Pakai surat Al Maidah 51: Keterangan Alat

Dengan struktur kalimat seperti ini, jelas yang disasar dalam kalimat Pak Basuki adalah SUBYEK-nya. Yaitu “orang”. Dalam hal ini orang yang menggunakan surat Al Maidah 51.

Karena Surat Al Maidah 51 di sini hanya sebagai keterangan alat yang sifatnya NETRAL. Saya analogikan dengan struktur kalimat yang sama seperti ini:

“Anda dipukul orang pakai penggaris.”

Struktur kalimat di atas sama, yaitu: OPSK. Jenis kalimat pasif. Subyek ada pada orang, sedangkan penggaris merupakan keterangan alat yang bersifat netral. Di sini menariknya.

Penggaris memang bersifat netral. Bisa dipakai menggaris, memukul, dan yang lainnya tergantung predikatnya. Yang menentukan apakah si penggaris ini fungsinya menjadi positif atau negatif adalah predikatnya.

Masalahnya adalah apakah Surat Al Maidah 51 bisa digunakan sebagai alat untuk berbohong?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bohong/bo·hong/ berarti tidak sesuai dengan hal (keadaan dan sebagainya) yang sebenarnya; dusta:

Dan inilah arti dari surat Al Maidah 51 tersebut: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.

“Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”

Makna dari surat Al Maidah 51 tersebut sudah sangat jelas. Bukan kalimat bersayap yang bisa dimultitafsirkan. Tanpa dibacakan oleh orang lain, seseorang yang membaca langsung Surat Al Maidah 51 pun mampu memahami artinya.

Kesimpulan saya, dengan makna sejelas ini surat Al Maidah 51 TIDAK BISA DIJADIKAN ALAT UNTUK BERBOHONG. Jadi ketika Pak Basuki berkata dengan kalimat seperti itu, sudah pasti dia menyakiti Umat Islam.

Karena Ahok menempatkan Al Maidah 51 sebagai “keterangan alat” yang didahului oleh predikat bohong. Menempelkan sesuatu yang suci dengan sebuah kata negatif, itulah kesalahannya.

Sebuah logika yang sama dengan kasus seperti ini:

Seorang Ustadz mengimbau jamaahnya:

“Jangan makan babi, Allah mengharamkannya dalam Surat Al Maidah ayat 3.”

Pedagang babi lalu komplain: “Anda jangan mau dibohongi Ustadz pake Surat Al Maidah Ayat 3.”

Atau

Seseorang Ustadz menghimbau jamaahnya: “Al Quran mengharamkan khamr dan judi dalam Surat Al Maidah ayat 90.”

Bandar judi dan produsen vodka pun protes: “Anda jangan mau dibohongi Ustadz pakai Surat Al Maidah Ayat 90.”

Jika Anda sudah membaca arti Surat Al Maidah Ayat 3 dan 90, mana yang akan Anda percaya? Ustadz yang memberitahu Anda atau Pedagang Babi, Khamr, dan Bandar Judinya?

Itu pilihan Anda. Namun sebagai orang yang mengaku Muslim, jika Alquran dan As Sunnah tidak menjadi pegangan utama kita, apakah kita masih layak menyebut diri kita Muslim?

Brili mengungkapkan, selama tinggal di Jakarta, dirinya mengalami dua periode gubernur, yaitu Fauzi Bowo dan Ahok. Secara kinerja, dia angkat topi terhadap Ahok yang sudah membuat banyak perubahan di kota Jakarta tercinta ini.

Dia mengibaratkan kinerja Ahok seperti makanan yang sangat enak. Tapi pembungkus makanan ini sangat kotor. Brili menganalogikan makanan kesukaannya adalah Mie Ayam.

Tapi Brili akan menolak memakan mie ayam itu jika dibungkus memakai kulit babi yang busuk. “Namun, saya akan memakan mie ayam tersebut jika dibungkus dengan wadah yang bersih dan halal,” ujar dia.

Jika dihadapkan pada dua pilihan untuk masyarakat Jakarta, lanjut Brili, pertama adalah makanan yang enak, namun bungkusnya kotor dan haram. Pilihan kedua adalah makanan enak dan bungkusnya bersih dan halal.

“Maka saya yakin masyarakat Jakarta ini akan memilih yang kedua. Bagaimana dengan Anda?” demikian Brili dalam tulisannya.

Sosok Brili Agung dikenal sebagai Authormaker dengan visi hidup di tahun 2060. Tak heran jika 7 dari 10 penulis di Indonesia ketika ditanya siapa gurunya, mereka akan menjawab Brili Agung.

Brili disebut sudah melalang buana ke seluruh pelosok Indonesia dan Asia untuk memberikan training di perusahaan multinasional dan mencetak puluhan penulis lewat Inspirator Academy. Di sana ia menjadi guru untuk semua yang ingin menginspirasi lewat tulisan.

 

*Fadlan Syiam Butho

Artikel ini ditulis oleh: