Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia, Tito Sulistio (tengah) berbincang dengan Komisaris Utama PT Waskita Beton Precast Tbk (WBSP), Tunggul Radjagukguk (kiri) dan Direktur Utama PT Waskita Beton Precast Tbk, Jarot Subana (kanan) seusai membuka perdagangan saham perdana di Bursa Efek Indonesia, Selasa (20/9).WBSP secara resmi mencatatkan namanya menjadi emiten ke 532 di Bursa Efek Indonesia (BEI). Anak usaha PT Waskita Karya Tbk (WSKT) ini juga menargetkan menghimpun dana Rp 5,1 triliun dari hasil IPO.Anak usaha BUMN yang fokus pada produksi beton ini tercatat hingga pertengahan September 2016 telah mengantongi kontrak baru hampir mencapai Rp 7 triliun. Capaian kontrak baru tersebut sudah mendekati target kontrak baru hingga akhir tahun sebesar Rp 7,6 triliun dengan sisa kontrak tahun 2015 sebesar Rp 3,2 triliun.Selanjutnya, hingga akhir 2016 perseroan menargetkan laba bersih sebesar Rp 620 miliar dengan total keuntungan mencapai Rp 4,7 triliun. Aktual/Eko S Hilman

Jakarta, Aktual.com – Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Tito Sulistio merasa tertantang untuk mengajak perusahaan modal asing (PMA) agar mau listing di BEI.

Langkah ini penting dilakukan agar juga berbagi keuntungan dengan investor domestik. Pasalnya, selama ini banyak perusahaan PMA yang mendulang untung hampir 100 persen di dalam negeri, tapi tercatatnya di bursa luar negeri.

“Saat ini ada 70 PMA dengan 100 persen pendapatan diraih dari Indonesia. Namun sayangnya, mereka belum listed di sini,” jelas Tito di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (11/10).

Dirinya pun berencana untuk mendatangi 70 PMA tersebut satu persatu. Agar mereka mau mencatatkan sahamnya di BEI.

“Karena dengan tercatat di sini (BEI), maka akan memberi kesempatan bagi masyarakat kita untuk memiliki sahamnya. Seperti dana pensiun, perusahaan asuransi, atau pun manajer investasi untuk dapat untung,” papar dia.

Menurut Tito, sebanyak  90-100 persen aset PMA tersebut, berada di Indonesia. Jika mereka mau melakukan initial public offering (IPO), maka akan positif bagi laju pasar modal nasional.

“Apalagi kapitalisasi pasar dari 70 PMA itu cukup tinggi, mencapai Rp150 triliun. Dan saya sudah kantongi data 70 PMA itu,” jelas dia.

Sejauh ini, kata dia, perusahaan PMA itu malah tercatat sahamnya di Singapura, Malaysia, Australia dan Amerika Serikat. “Tapi mereka mendapat revenue dari Indonesia kenapa tidak listed di Indonesia?” cetusnya.

Perusahaan-perusahaan itu, kata dia, berada di sektor-sektor seperti pertambangan, agribisnis, properti dan sektor lainnya.

Sebelumnya, Tito mengaku telah memegang data 16 perusahan bergerak di sumber daya alam (SDA) untuk di dorong mencatatkan sahamnya di BEI. Namun hingga kini, belum satu pun perusahaan tersebut tercatat di BEI.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka