Jakarta, Aktual.com – PT Across Asia Limited (AAL) bersikeras mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan bahwa anak perusahaan Lippo Group ini pailit.
Padahal, PT AAL sudah melewati batas waktu pengajuan PK. Sebab, pengajuan itu dilakukan lebih dari 180 hari pasca putusan MA yang diketok pada 31 Juli 2013.
“Pada Februari (2016) kuasa pertama mengajukan PK. Karena batas waktunya sudah habis, kami tolak,” kata salah satu saksi, Sarwo Edi saat yang dihadirkan dalam persidangan Edy Nasution di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (12/10).
Meski ditolak, usaha PT AAL untuk mengajukan PK pun tak berhenti. Pada bulan yang sama, perusahaan tersebut kembali menyodorkan administrasi pengajuan PK, namun kali ini kuasa hukumnya berbeda, yakni Dian dan Silviana.
Menurut Sarwo keduanya tetap ‘ngotot’ meski sudah ditolak. Hingga akhirnya dua wanita ini meminta bertemu dengan Edy, yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
“Nah yang perempuan mau ketemu sama pak Edy. Saya ajak ke ruangan pak Edy ke lantai empat. Dan setelah gak ada tamu saya masuk ke ruangan pak Edy,” jelasnya.
Di ruangan, Edy sempat meminta saran kepada Sarwo untuk bagaimana pengajuan PK ini bisa diterima. Sarwo pun mengakui bahwa ia yang menyarankan agar kuasa hukum PT AAL yang baru bersikap seolah tidak tahu dengan putusan MA itu.
Dengan alasan pengacara PT AAL yang sebelumnya belum memberitahukan putusan yang dimaksud.
“Ya kalau memang itu belum diberitahukan, diulang saja. Nanti diberitahukan ke kuasa hukum yang baru. Setelah itu tergantung pimpinan,” pungkasnya.
Setelah pertemuan itu, Sarwo mengaku tidak tahu lagi bagaimana prosesnya. Hingga akhirnya Edy ditangkap oleh Tim Satgas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Seperti diketahui, Edy Nasution didakwa oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah menerima uang Rp500 juta dalam bentuk Dollar AS dari kuasa hukum PT AAL, Agustriady.
Menurut sudat dakwaan yang disusun Jaksa KPK, uang Rp500 juta untuk pengajuan PK atas perkara niaga PT Across Asia Limited (AAL) melawan PT First Media. Pengajuan PK PT AAL dilakukan lantaran adanya putusan Kasasi Mahkamah Agung pada 31 Juli 2013. Dalam putusannya Majelis MK menyatakan PT AAL pailit.
PT AAL pun tak terima dengan putusan MK. Namun, hingga lebih dari 180 hari setelah putusan dibacakan, PT AAL tidak juga mengajukan upaya hukum PK ke MA.
Sesuai Pasal 295 ayat 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, batas waktu pengajuan PK adalah 180 hari sejak putusan dibacakan. Jika lewat dari 180 hari, segala upaya hukum PT AAL untuk menangkal putusan MA itu dinyatakan tidak sah.
Tapi, untuk menjaga kredibilitas PT AAL yang juga sedang berperkara di Hongkong, Eddy Sindoro menugaskan Hesti agar mengupayakan pengajuan PK dengan memerintahkan Hesti untuk menemui Edy Nasution di PN Jakpus pada Februari 2016.
Kemudian, pada medio Februari 2016, PT AAL menunjuk kuasa hukum di antaranya yakni, Dian Anugerah Abunaim dan Agustriady. Penunjukkan kuasa hukum inilah yang kemudian dijadikan alasan bahwa putusan Kasasi belum pernah diterima, karena surat putusan dikirimkan kepada kuasa hukum yang lama.
Alasan tersebut juga jadi alasan Edy untuk menerima pendaftaran PK PT AAL. Atas pengurusan PK tersebut, Edy menerima uang sebesar 50.000 Dollar AS dari Agustriady.
M. Zhacky Kusumo
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan