Sejumlah barang bukti pungutan liar (pungli) yang diamankan saat operasi tangkap tangan (OTT) di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Selasa (11/10). Dalam penangkapan ini polisi menangkap AR, AD, D, T dan NM. Diduga uang ini untuk urus masalah perizinan di Ditjen Perhubungan Laut dan berhasil menyita uang tunai yang ditemukan polisi Rp 95 juta. Uang ditemukan di dua lokasi berbeda.

Jakarta, Aktual.com – Pengamat Maritim Siswanto Rusdi menilai operasi Operasi Tangkap Tangan, terkait pemberantasan pungutan liar di Kementerian Perhubungan sedikit terlambat. Pasalnya, praktik pungli di Kemenhub sudah terjadi sejak lama yang seharusnya bisa lebih cepat ditindak.

“Kenapa harus hari ini di-OTT, kenapa tidak hari pertama. Kenapa sampai presiden dan kapolri. Sementara ada UKP3 (Unit Kerja bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan)” ujar Siswanto di Cikini, Jakarta, Sabtu (15/10).

Direktur The National Maritime Institute ini mengatakan praktik pungli di lingkungan Kemenhub sudah sangat luar biasa. Tak hanya soal pengurusan administrasi buku pelaut, namun pungli juga terjadi di pelayanan lainnya.

Misalnya, lanjut dia, dalam hal pemeriksaan kelaikan kapal laut dan survei kapal. Menurutnya, oknum di Kemenhub juga menerapkan pungli dalam pelayanan tersebut.

“Saya sebut memang fenomena ini puncak gunung es. Tapi saya sepakat, ini harus diapresisi, walau telat,” ungkap Siswanto.

Seperti diketahui, polisi menetapkan tiga tersangka menyusul operasi tangkap tangan (OTT) di Kemenhub pada 11 Oktober lalu.

Ketiganya merupakan PNS di bawah Direktorat Jenderal Kelautan, yakni Ahli Ukur Direktorat Pengukuran, Pendaftaran, dan Kebangsaan Endang Sudarmono.

Kemudian Kepala Seksi Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal Mezzie, dan Penjaga Loket di Ruangan Pengurusan Buku Pelaut‎ Abdu Rasyid. Saat penangkapan, petugas menyita uang tunai sebesar Rp 95 juta dan Rp 1 miliar dalam bentuk tabungan.

Nailin In Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby