Dua tahun masa pemerintahan Joko Widodo–Jusuf Kalla - Perbaikan penegakan Hukum. (ilustrasi/aktual.com)
Dua tahun masa pemerintahan Joko Widodo–Jusuf Kalla - Perbaikan penegakan Hukum. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Di saat barang-barang impor membanjiri pasar dalam negeri dengan kedok pasar bebas, mestinya pemerintah melakukan proteksi terhadap produk-produk dalam negeri.

Tapi sayangnya yang terjadi selama dua tahun ini, pemerintah malah banyak mendatangkan barang impor, bahkan barang yang didatangkan itu justru barang yang diproduksi oleh industri di dalam negeri.

“Di saat industri dalam masih belum kuat, pemerintah justru membuka keran impor lebar-lebar dan diadu dengan barang sama yang ada di luar negeri. Mana keberpihakan pemeribtah terhadap industri domestik,” cetus peneliti INDEF, Ahmad Heri Firdaus dalan diskusi, ‘Dua Tahun Nawacita, Lampu Kuning Daya Saing’, di kantornya, Jakarta, Kamis (20/10).

Kondisi tersebut memang diperparah dengan kebijakan non tarif atau non tariff measures (NTMs) dalam kaitan dengan produksi dalam negeri itu. Padahal sekalipun sudah pasar bebas, pemerintah tetap diminta mengatur kebijakan non tarif.

“Karena yang tidak boleh diatur dalam pasar bebas itu terkait tarif dan pajaknya. Sehingga yang terjadi impor barang konsumsi semakin deras dengan ditandai melemahnya industri domestik,” papar Heri.

Mestinya, kata dia, hambatan non tarif itu bisa diatasi oleh pemerintah. Terutama untuk menangkal barang-barang dari China. Padahal negara tersebut juga banyak melarang produk-produk dalam negeri dengan kebijakan macam-macam.

“Beberapa produk kita yang menggunakan batere dilarang masuk boros energi. Kita juga bisa lakukan hal yang sama, terkait isu lingkungan. Apalagi China itu negara pembuang limbah plastik terbesar di dunia,” cetus dia.

Sehingga, kata dia, barang-barang plastik yang banyak datang dari China itu bisa dihambat dengan isu-isu lingkungan, dianggap tidak ramah lingkungan dan tidak sehat. Termasuk jika itu produk helm, misalnya, maka standarnya harus di atas Standar Nasional Indonesia (SNI).

“Karena kalau barang-barang seperti itu, di kita juga sudah bisa produksi. Jadi kebijakan non tarif itu selama ini tak dilakukan pemerintah,” jelasnya.

Padahal, lanjut Heri, di China dan Amerika Serikat (AS), kebijakan NTM melakukan banyak perlindungan terhadap produk-produk dalam negerinya.

“Faktanya hingga saat ini, jumlah NTM kita masih sangat sedikit. Hanya memiliki 272 jenis NTM. Sedang di China dan AS masing-masing memiliki kebijakan NTM sebanyak 2.194 dan 4.780 jenis NTM,” pungkas dia. (Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid