Ribuan driver Gojek melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor PT Gojek Indonesia, Jakarta, Senin (3/10/2016). Dalam aksinya ribuan drevir Gojek mendesak untuk dihapuskan sistem performa (rating) karena menyusahkan para driver Gojek.

Jakarta, Aktual.com – Sektor bisnis yang masuk on-demand economy, seperti bisnis transportasi berbasis aplikasi online, ternyata masih menawarkan penghasilan yang rendah di bawah upah minimum pokok (pokok). Padahal banyak peminat di sektor on-demand economy itu.

Untuk itu, pemerintah diminta bisa berperan besar dalam melindungi sektor on-demand economy itu. Pasalnya, banyak pelaku sektor informal yang berpindah ke sektor ini berharap dapat penghasilan lebih baik.

“Ini sebagai sinyal on-demand economy menawarkan kesempatan bagi pekerja informal untuk meningkatkan pendapatan mereka. Tapi di sisi lain, ini jadi bukti di negara seperti Indonesia pekerjaan di sektor formal belum tentu memberikan hasil yang lebih baik,” kata Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa, Ah Maftuchan, di Jakarta, Kamis (20/10).

Berdasar survei Prakarsa terhadap pekerja di sektor transportasi berbasis aplikasi internet di Jakarta, ditemukan bahwa sebanyaj 52% penghasilan dari para pengemudinya yang bekerja penuh waktu ternyata masih berada di bawah UMP Jakarta.

Meski demikian, sebanyak 82% menyatakan akan tetap lebih memilih pekerjaan tersebut dibandingkan pekerjaan sebelumnya, baik itu di sektor informal maupun formal.

“Untuk itu, perlu ada mekanisme untuk menjamin seluruh pekerja yang bekerja penuh waktu di sektor ini bisa mendapatkan upah minimum yang lebih layak,” papar Maftuch.

Di samping itu, kata dia, pemerintah juga bisa memanfaatkan keberadaan on-demand economy itu. “Salah satunya dengan menghubungkan pekerja dalam jumlah besar ke layanan BPJS,” kata dia.

Lebih jauh Maftuch menambahkan, perusahaan penyedia platform juga harus membuka akses yang lebih luas ke lebih banyak pekerja. Karena saat ini, setidaknya ada 43% angkatan kerja tidak dapat bergabung dengan sektor tersebut gara-gara persyaratan pendidikan.

Senada dengan itu, Direktur JustJobs Network (JJN), Sabina Dewan, menegaskan bahwa maraknya perkembangan teknologi harus diantisipasi bukan hanya bagi negara-negara maju.

“Akan tetapi, perlu juga diantisipasi oleh negara-negara berkembang, seperti Indonesia dengan struktur ketenagakerjaan yang masih besar di sektor informal,” jelas Sabina.

Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Hanif Dhakiri saat mengikuti Konferensi Internasional, ‘Transformations in Work’ yang digelar JJN pada 18 Oktober 2016 lalu di Berlin, Jerman, menegaskan, dunia kerja saat ini memiliki tantangan baru yang disebabkan oleh terjadinya transformasi ketenagakerjaan.

“Oleh karena itu, baik pengambil kebijakan, penyedia kerja maupun pekerja, harus siap mengantisipasi tantangan-tantangan tersebut,” kata Menaker.

Apalagi di banyak negara, kata dia, memiliki pekerjaan tidak menjamin seseorang bisa keluar dari kemiskinan. “Namun demikian, kita perlu mendesain ulang kebijakan ekonomi dan sosial untuk mendorong kemajuan yang lebih merata dan memutus mata rantai kemiskinan,” pungkas Menaker.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka