Buruh mengangkut garam sisa produksi tahun 2015 di lahan garam desa Bunder, Pademawu, Pamekasan, Jatim, Senin (14/3). Petani garam di Madura berharap Pemerintah menepati janjinya untuk meninjau ulang Permendag No. 125 Thn 2015 tentang ketentuan impor garam yang sempat dipersoalkan oleh petani garam di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Saiful Bahri/nz/15

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin menginginkan pemerintah benar-benar membenahi tata kelola dalam rangka mengurangi jumlah impor garam yang meningkat pada 2016 dibandingkan dengan 2015.

“Jumlah impor garam kian meningkat tahun ini, belum ada perbaikan dalam tata kelola garam oleh negara, apalagi hingga mencapai tahap menghentikan impor garam,” kata Akmal Pasluddin dalam rilis yang diterima di Jakarta, Sabtu (22/10).

Menurut Akmal, hal tersebut menunjukkan pemerintah belum mengeluarkan kekuatannya untuk serius mengelola garam dengan teknologi yang baik hingga memenuhi kualitas kebutuhan garam industri maupun konsumsi.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu memaparkan, impor garam dari luar ke Indonesia, dari bulan ke bulan didominasi oleh Australia dan India.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2016, impor garam Indonesia senilai 11,4 juta dolar AS dengan jumlah garam seberat 276.299 ton. Negara yang memasukkan garam ke Indonesia pada waktu itu antara lain Australia, India, Selandia Baru, Inggris, dan Singapura.

Pada tahun ini, lanjutnya, China terlihat signifikan memasukkan garam ke Indonesia, dengan total 1,4 juta ton garam senilai 57,3 juta dolar AS. China memasok garam terbesar ke empat setelah Australia, India, dan Selandia Baru.

Menurut dia, agar Regulasi garam bisa sampai pada titik swasembada garam, memerlukan harmonisasi empat kementerian, yakni Kementerian Kelautan Perikanan, Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.

“Masing-masing Kementerian harus saling mendukung, mulai dari pembinaan petani garam agar kualitas produksinya baik, pembinaan pabrik-pabrik garam oleh Kementerian Perindustrian, penyerapan besar-besar garam petani oleh PT. Garam selaku BUMN, dan pengendalian harga oleh Kementerian Perdagangan,” paparnya.

Akmal juga berpendapat bahwa persoalan memenuhi pasokan garam tidak sesulit memenuhi kebutuhan komoditas lain seperti padi, gula, jagung, singkong dan lain sebagainya, yang menghadapi konflik tumpang tindih lahan.

Sebelumnya, Pemerintah optimistis rencana swasembada garam bisa tercapai pada 2017 melalui sejumlah upaya pendukung program nasional tersebut.

Deputi II Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Agung Kuswandono dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, terus memantau perkembangan swasembada garam nasional melalui Rapat Koordinasi Peningkatan Produksi dan Kualitas Garam di Surabaya, Rabu (5/10).

“Swasembada garam diharapkan bisa terealisasi pada tahun 2017 mendatang, sebagaimana kondisi yang tertuang dalam draft Roadmap Swasembada Garam nasional tahun 2017,” katanya.

Menurut Agung, Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah melakukan berbagai hal untuk membantu meningkatkan kualitas garam milik petani.

Kebutuhan garam nasional sendiri berkisar 4.019.000 ton, terdiri dari garam industri sebesar 2.054.000 ton, dan garam konsumsi sebesar 1.965.000 ton.

Produksi garam nasional mencapai 3.800.000 ton, terdiri atas garam rakyat sebanyak 3.100.000 dan PT Garam sebanyak 700.000 ton. Ada pun kualitas garam rakyat sendiri mencapai 70 persen Produksi 1 (KP1), dan PT Garam 100 persen KP1.(Ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Antara