Operasi Tangkap Tangan (OTT) Pungli di Kemenhub. (ilustrasi/aktual.com)
Operasi Tangkap Tangan (OTT) Pungli di Kemenhub. (ilustrasi/aktual.com)

Unaaha, Aktual.com – Jaksa penyidik dari Kejaksaan Negeri Unaaha, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara menetapkan tiga tersangka pembangunan Pasar Pohara di Kecamatan Sampara, Kabupaten Konawe atas tuduhan merugikan keuangan negara.

Kajari Unaaha SB Siregar mengatakan ketiga tersangka adalah kontraktor pelaksana pekerjaan SN 34 tahun, Kadis Perdagangan Kabupaten Konawe YS 46 tahun dan pejabat pembuat komitmen (PPK) SF 39 tahun atas tuduhan melakukan tindak pidana korupsi.

“Penyidik menetapkan para tersangka berdasarkan alat bukti yang cukup. Mereka memiliki peran berbeda dalam proyek pembangunan pasar Pohara yang bersumber dari APBN sebanyak Rp9,5 miliar,” kata Kajari Siregar di Unaaha, Sabtu (22/10).

Penyidik berdasarkan kewenangan yang dimiliki telah melakukan penahanan para tersangka, bahkan kontraktor pembangunan pasar Pohara yang belakangan dijebloskan dalam rumah tahanan sempat masuk dalam daftar pencarian orang.

Sesuai fakta hukum yang dimiliki penyidik menunjukkan bahwa sang kontraktor patut bertanggungjawab secara hukum karena terikat kontrak perjanjian pembangunan pasar Pohara di Kecamatan Sampara.

Jaksa penyidik lebih dulu menahan Kadis Perdagangan Kabupaten Konawe YS 46 tahun dan pejabat pembuat komitmen (PPK) SF 39 tahun. Kedua tersangka diduga melakukan perbuatan melawan hukum dalam pelaksanaan proyek pembangunan Pasar Pohara tahun 2015.

Pasar Pohara di Kecamatan Sampara dibangun dengan biaya yang bersumber dari Angggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementrian Pedagangan senilai Rp9,5 miliar.

Kerugian negara yang disangkakan kepada ketiga tersangka yang saat ini dijebloskan pada Rutan Klas IIA Punggolaka berdasarkan audit khusus Badan Pemeriksa Keuangan sekitar Rp2 miliar.

Modus operandi terjadinya perbuatan melawan hukum, yakni pembangunan dilaksanakan tidak sesuai perencanaan dan diduga ada rekayasa dalam pelaporan penyelesaian pekerjaan.

Berdasarkan alat bukti dari dokumen dan keterangan para saksi terungkap bahwa hingga akhir tahun anggaran 2015 fisik pelaksanaan pekerjaan baru mencapai 40 persen namun anggaran dicairkan hingga 100 persen.

Selain itu, kontraktor pelaksana pekerjaan dan kedua tersangka terlibat membuat perpanjangan kontrak yang terindikasi rekayasa.

“Penyidik meyakini perpanjangan kontrak direkayasa karena ada fakta yang menyatakan bahwa pencairan anggaran 100 persen dilakukan tahun 2015. Ironisnya, ada dokumen perpanjangan kontrak yang menyeberang tahun 2016.”

Tersangka YS dan SF dijerat melanggar pasal 2 Jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1990 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Wisnu