Sebuah mobil tangki Pertamina saat keluar usai mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk distribusi di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) PT Pertamina (Persero) Plumpang, Jakarta Utara, Kamis (30/7/2015). Aktivitas TBBM sempat terhenti pada Selasa (28/7/2015). Akibat kerusakan database pada sistem informasi. Kerusakan database tersebut otomatis mengganggu distribusi BBM, lantaran truk pengangkut harus mengular di sepanjang TBBM Plumpang. Sehingga semua SPBU Bekasi, Sukabumi dan sebagian tangerang dah dipindahkan ke depot Cikampek, Tanjung Gerem dan Padalarang. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com – Akibat kegagalan manajemen membangun komunikasi dalam menyelesaikan permasalahan dengan ribuan karyawan Awak Mobil Tangki (AMT) BBM, PT Pertamina Parta Niaga meminta TNI menjadi sopir tangki Pertamina demi mencegah terjadinya krisis BBM di masyarakat.

Ribuan AMT yang telah mengeluarkan ancaman mogok kerja mulai satu November mendatang disebabkan karena mereka merasa diperlakukan tidak adil oleh anak perusahaan PT Pertamina (Persero) itu.

“Untuk antisipasi ancaman mogok kerja AMT, kami sudah menyiapkan AMT cadangan sebagaimana yang pernah dilakukan dalam penanganan AMT, termasuk menggunakan tenaga bantuan dari TNI. Kami juga melakukan koordinasi dengan aparat POLRI untuk pengamanan,” ujar Direktur Utama Patra Niaga, Gandhi Sriwidodo, Senin (24/10).

Lebih lanjut Gandhi tidak mau mengakomodir sejumlah tuntutan AMT, dia beralasan bahwa antara perusahaannya dengan AMT tidak mempunyai ikatan kerja sacara langsung melainkan melalui jasa vendor sebagai penyedia tenaga kerja AMT dengan sistem borongan dan masa kontrak per 2 tahun.

Sebelumnya ketua advokasi federasi buruh transportasi pelabuhan Indonesia, Gallyta mengatakan bahwa selama ini ribuan AMT yang mendistribusikan BBM (bensin, solar, pertalite, pertamax, pertamax plus, pertamina dex) ke sekitar 850 Pom Bensin se Jabodetabek termasuk Puncak dan Sukabumi menyatakan ingin mogok kerja.

Mereka merasa sudah bekerja dengan masa kerja belasan tahun dengan status hubungan kerjanya outsourcing dan dikontrak setiap tahun. Mereka bekerja selama 12 jam bahkan lebih setiap hari dengan hanya standar UMR tanpa dibayarkan lembur atas kelebihan jam kerja setiap hari.

Mereka juga mengaku mendapatkan diskriminasi dengan tidak mendapatkan uang tunjangan Migas seperti pekerja atau buruh Pertamina lainnya yang mendapatkan tunjangan migas setiap tahunnya.

“Jam kerja yang panjang ini menjadi risiko yang harus dialami Awak Mobil Tangki Pertamina Patra Niaga yang mengakibatkan seringnya terjadi kecelakaan kerja,” ujar Gallyta.

Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan