Jakarta, Aktual.com – Pengamat Politik Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, mengapresiasi langkah KPU DKI Jakarta yang memutuskan mengembalikan 25 komputer dan 21 laptop oleh ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI Jakarta).
“Terus terang saya masih percaya, kalau KPU DKI tidak tahu-menahu mengenai sumber dana pemberian komputer itu dari kontribusi tambahan atau dari perusahaan asing,” terang Said saat dihubungi Aktual.com, Senin (24/10).
Disampaikan, penyelenggaraan Pilkada sesuai ketentuan memang tidak diperkenankan menerima dana ataupun sumbangan dan pembiayaan dari pihak manapun terkecuali dari APBN/APBD. Dengan kata lain, sumbernya harus dari negara demi kemandirian penyelenggaraan Pemilu.
“Sumber keuangan KPU dan Bawaslu hanya diperbolehkan dari APBN dan APBD, tidak boleh dari perusahaan, apalagi perusahaan asing,” kata dia.
Berkaca pada kerjasama yang dilakukan KPU Pusat dengan International Foundation for Election System pada tahun 2012 silam. Dimana KPU menggandeng IFESS untuk melakukan verifikasi 18 partai politik sebagai peserta Pemilu 2014.
Oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), kerjasama KPU dengan IFESS itu dinyatakan tidak sesuai ketentuan. Namun DKPP tidak menjatuhkan sanksi karena pada saat kerjasama dilakukan belum ada ketentuan yang mengaturnya.
“KPU itu tidak boleh menerima pembiayaan, kerjasama ataupun bantuan selain dari APBN/APBD. Dulu juga pernah KPU dalam melakukan verifikasi peserta pemilu bekerjasama dengan IFESS yang dananya dari USAID,” jelas Said.
“Waktu itu tidak dikenai sanksi, akibat perjanjian dengan IFESS dilakukan lebih dulu dibanding peraturan DKPP. Penekanannya bahwa sumber dana itu harus APBN/APBD. Kalau dari sisi pengelolaan dana asing kan itu harus melibatkan Bappenas. Oleh sebab itu oleh bappenas kerjasama dengan IFESS itu tidak dibenarkan,” sambungnya.
Terkait bantuan komputer dari Pemprop DKI kepada KPU, meski telah dikembalikan, Said menyatakan bahwa instrumen yang bisa menyelesaikan permasalahan tersebut adalah DKPP. Dengan begitu akan terungkap siapa yang memberikan, berapa yang diserahkan dan sebagainya.
“Dalam konteks itu ada DKPP yang menggelar sidangnya terbuka. Disitu DKPP bisa memanggil misalnya pihak Sampurna, pihak Pemprop dari Gubernur sampai Eselon I dan dua, baru terungkap dengan jelas,” urainya.
Ditambahkan pula bahwa bantuan komputer Pemprop DKI ke KPUD sudah selayaknya diklarifikasi melalui persidangan terbuka. Hal ini sekaligus mengetahui misalnya ada pemberian bantuan-bantuan kepada penyelenggara lain dan sumber-sumber pendanaannya.
“Itu akan lebih elegan daripada kita menuduh-nuduh KPU/Bawaslu tidak netral, tidak independen, kan ada forum resmi namanya DKPP,” demikian Said.
*Sumitro
Artikel ini ditulis oleh: