Jakarta, Aktual.com – Ada satu yang menarik dari rekomendasi lembaga kajian internasional, The Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), saat menyampaikan rekomendasi di Survey Ekonomi Indonesia 2016 kepada pemerintah, Senin (24/10) kemarin.
Dengan dalih menuju ketahanan pangan, OECD malah menawarkan rekomendasi untuk dilakukan liberalisasi importasi pangan.
Menurut Sekretaris Jenderal OECD, Angel Gurria, menuju keberlanjutan dan inklusivitas pertumbuhan ekonomi, salah satu penghambatnya kerap terjadi harga pangan yang cenderung relatif tinggi dan bergejolak.
“Jadi di temuan kami, dalam berbagai upaya menuju ketahanan pangan sering melindungi petani besar yang tak efisien dan merugikan konsumen berpenghasilan rendah,” ujar dia di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, ditulis Selasa (25/10).
Untuk rekomendasi dari temuan tersebut, OECD malah menyebut pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) mesti melakukan liberalisasi importasi pangan.
“Juga perlu melakukan tata kembali fokus kegiatan dari Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk mengelola pska darurat. Juga perlu dicabut subsidi pupuk,” jelas dia.
Terkait dengan subsidi, kata dia, untuk subidi energi yang mencapai 7 persen dari belanja publik, justru kegiatan ini telah mencemari lingkungan serta tak mencapai sasaran yang diinginkan. Karena pembangkit listrik tenaga uap batubara masih terus marak.
Untuk itu, OECD meminta pemerintah mencabut semua subsidi energi yang masih ada agar dilakukan secara bertahap.
“Sedang untuk memenuhi kebutuhan listrik yang meningkat, lakukan investasi pada kapasitas pembangkit listrik rendah karbon, termasuk sumber-sumber terbarukan dan tenaga panas bumi,” pungkas dia.
*Bustomi
Artikel ini ditulis oleh: