Petugas Bank Mandiri menunjukkan pecahan uang rupiah dan dollar Amerika Serikat di Jakarta, Jumat (18/3). Nilai tukar rupiah melanjutkan penguatannya dengan terapresiasi 0,27 persen atau 35 poin ke level Rp13.040 per dolar AS pada pembukaan perdagangan Jumat (18/3). ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/nz/16.

Jakarta, Aktual.com – Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) disebut Bank Indonesia (BI) akan bagus, jika posisi rupiah tidak terlalu kuat.

Untuk itu, BI pun akan terus menjaga nilai rupiah jangan terlalu menguat. Sepertinya agak aneh didengar jika regulator moneter itu tak suka jika rupiah menguat. Alasannya, kalau rupiah menguat akan banyak barang-barang impor untuk masuk.

“Saya rasa, sudah bagus (rupiah melemah). Yang penting posisinya stabil. Karena kalau nilai rupiahnya terlalu kuat, itu jelek buat ekspor,” jelas Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, di Jakarta, Jumat (21/10).

Menurut Mirza, dengan kondisi rupiah yang terapresiasi, maka dampaknya akan banyak kebijakan impor.

“Jadi kalau rupiah itu menguat, orang cenderung melakukan impor terus. Tapi jika rupiahnya melemah, impor akan mahal,” kata Mirza.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, dalam rangka menggenjot daya beli masyarakat, pemerintah tak akan banyak membuka keran impor.

“Jangan lupa impor adalah faktor negatif. Makanya untuk perbaiki konsumsi dalam negeri dan menjaga daya beli, pemerintah juga ikut menjaga kurs agar stabil dan relatif menguat,” tegas Menkeu.

Meski begitu, dalam rangka menjaga kurs rupiah agar tak depresiasi lebih dalam, pemerintah juga akan menjaga ekspor-impor.

“Karema kalau ekspor tinggi dan kemudian impor melandai atau menurun, rupiah memang akan terdepresiasi. Cuma memang, tools-nya untuk menjaga daya beli masyarakat bukan membuka impor seluas-luasnya,” jelas Menkeu.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka