Jakarta, Aktual.co — Dewan Minyak Sawit Indonesia atau DMSI tetap berharap agar pungutan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya tidak ganda yakni bea keluar dan dana perkebunan kelapa sawit.
“Seperti yang selalu dinyatakan apabila BK (bea keluar) dan dana perkebunan sawit CPO atau ‘CPO Supporting Fund)/CSF sebesar 50 dolar AS per ton dilakukan ganda, maka akan melemahkan daya saing sawit nasional,” kata Ketua Umum DMSI, Derom Bangun di Medan, Sumut, ditulis Senin (1/6).
Dia mengatakan itu menanggapi soal sudah ditandatanganinya peraturan pemerintah (PP) serta peraturan presiden (Perpres) mengenai mekanisme “CPO Supporting Fund” oleh Presiden Joko Widodo.
Jika ekspor CPO kena BK, lalu Pemerintah juga mewajibkan CSF, maka itu akan membuat biaya produksi menjadi mahal.
Biaya produksi mahal akan membuat harga ekspor CPO dan produk turunannya semakin tinggi, sehingga dikhawatirkan sulit bersaing dengan negara produsen lain. Padahal, kata Derom, era masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) sudah semakin dekat atau mulai akhir tahun ini.
Belum lagi dewasa ini, harga ekspor CPO dan produk turunannya juga sedang cenderung melemah atau CPO hanya sekitar 750-an dolar AS per metrik ton di bursa Rotterdam. “DMSI berharap CSF itu tetap hanya dikenakan saat BK nol persen,” ucapnya, berharap.
Adapun soal dan CSF itu, DMSI berharap bahwa dana itu digunakan untuk kepentingan sawit berkelanjutan yang bisa dinikmati petani, pengusaha dan pemerintah yang artinya untuk Indonesia.
DMSI sendiri, lanjut Derom berharap Badan Layanan Umum (BLU) selaku pengelola dan besaran tarif CSF yang akan dibentuk sesuai peraturan Menteri Keuangan diharapkan segera terbentuk.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Rida Mulyana di Jakarta, Kamis (28/5) lalu menyebutkan menyusul sudah ditandatanganinya PP dan Perpres CSF oleh Presiden, Kementerian Perdagangan akan menerbitkan peraturan tentang itu. Menurut dia, direncakan aturan itu akan segera diberlakukan.
Artikel ini ditulis oleh:

















